LPG Melon Langka, FDMPB Tawarkan Solusi Islam
Mediaumat.id – Fenomena kelangkaan elpiji 3 Kilogram bersubdisi yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia, dinilai Dr. Fahrur Ulum, M.E.I. seorang ekonom dari Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB), tak akan terjadi apabila negeri ini mau menggunakan aturan Islam.
“Kalau kemudian kita menggunakan aturan-aturan yang berbasis kepada Islam tentu tidak begitu,” ujarnya dalam Kabar Petang: Gawat, LPG Langka! di kanal YouTube Khilafah News, Rabu (26/7/2023).
Pasalnya, secara filosofis, terdapat perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem lain, yang di dalamnya termasuk tentang konsep kepemilikan harta yang terbagi menjadi tiga.
“Secara filosofis kepemilikan itu terbagi menjadi tiga, kepemilikan individu, kepemilikan umum, kepemilikan negara,” bebernya, berkenaan konsep tersebut dalam sistem ekonomi Islam.
Terlepas dari cakupan bentuk harta dimaksud dalam hal ini kepemilikan individu dan negara, Fahrur menegaskan bahwa kepemilikan umum (rakyat) termasuk di dalamnya segala sumber daya alam dengan deposit besar, tak boleh dimiliki pemerintah yang kemudian dijual kepada rakyatnya.
“Kepemilikan umum termasuk di dalamnya adalah gas bumi, minyak bumi, dsb., tidak boleh dimiliki oleh pemerintah yang kemudian dijual kepada rakyat,” tegasnya.
Tetapi, lanjutnya, komoditas umum berikut sumber dayanya ini murni sebagai milik rakyat secara bersama, dengan posisi pemerintah hanya sebagai pengelola.
Sedangkan seluruh hasilnya, wajib dikembalikan kepada rakyat dengan gratis atau harga yang sangat murah. “Rakyat hanya akan membayar biaya operasional saja,” ungkapnya.
Dari LPG ke LNG
Dengan kata lain, ketika pemerintah membuat kebijakan konversi LPG ke sumber energi lain, LNG, yang menurut Fahrur tren produksinya meningkat bahkan bisa untuk memenuhi kebutuhan ekspor misalnya, pengelolaannya menggunakan cara islami seperti yang ia paparkan sebelumnya.
Sekadar diketahui, LPG (Liquefied Petroleum Gas) adalah produk olahan dari minyak bumi yang saat ini kapasitas produksinya tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Menurut data Kementerian ESDM, sepanjang 2022 Indonesia mengimpor LPG sekitar 6,7 juta ton. Jumlah itu setara dengan 82% dari total volume LPG yang dikonsumsi masyarakat pada tahun 2022, sekaligus menjadi impor terbesar dalam sedekade terakhir.
Sedangkan LNG (Liquefied Natural Gas) yang merupakan produk olahan dari gas alam, kapasitas produksinya mengalami peningkatan.
Bahkan di tengah tren transisi energi, gas bumi menjadi andalan dalam proses transisi dari energi kotor ke energi bersih, oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) produksi gas alam cair (LNG) di dalam negeri pada 2023 ini pun ditargetkan semakin meningkat.
Sehingga diharapkan, dengan ketentuan-ketentuan Islam, segala paradigma kapitalis yang transaksional antara pemerintah dengan rakyat sebelumnya, berganti menjadi pelayanan yang tak lagi membicarakan tentang untung dan rugi.
“Kalau kita lihat sekarang ini pelayanan kepada masyarakat itu menjadi tidak maksimal karena transaksional,” ulasnya kembali.
Ditambah dengan dalih enggak mau rugi, pemerintah justru semakin membebani rakyat dengan kebijakan pengurangan subsidi. Padahal, biaya pengadaan biaya subsidi sendiri berasal dari fiskal APBN.
“Anehnya itu diambil dari fiskal APBN. Ini menurut saya tidak serius,” pungkasnya.[] Zainul Krian