Lokalisasi Tetap Buka Asalkan Pelacur Tarawih, Dampak Sekularisme

Mediaumat.id – Kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda) Situbondo, Jawa Timur, yang membolehkan lokalisasi tetap buka di bulan Ramadhan namun dengan syarat para pelacur di sana harus mengikuti tarawih dan tadarus, dinilai Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan sebagai dampak diterapkannya sekularisme di tengah masyarakat.

“Ada sekularisme yang diterapkan di tengah-tengah kehidupan umat manusia khususnya di Indonesia hari ini,” ujar Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan kepada Mediaumat.id, Sabtu (26/3/2023).

Ia menjelaskan, sekularisme berarti paham yang memisahkan agama dari kehidupan. “Agama itu dianggap sebagai ranah privat, sementara kehidupan itu tidak boleh dicampuri dengan urusan agama,” terangnya.

Artinya, urusan publik semisal seputar praktik pelacuran memang tidak boleh dicampuri oleh urusan agama.

Maknanya pula, agama hanya dianggap sebagai ketentuan yang boleh digunakan di ruang-ruang privat, tidak untuk menyusun kebijakan dalam ranah publik. ” Ini kan jelas sekali adalah bagian dari produk sekularisme,” tegasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, pada Kamis (23/3), Pemda Situbondo, dalam hal ini Kasat Polisi PP Buchari menyatakan tidak akan menutup praktik prostitusi setempat, asalkan para pelaku prostitusi melaksanakan tarawih dan tadarus.

Bertentangan

Fajar menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan ajaran Islam karena telah mencampuradukkan yang hak dengan batil. “Jelas bahwa di dalam hal ini pemerintah telah mencampuradukkan antara sesuatu yang hak dan yang batil,” sambungnya, seraya mengutip sebuah ayat Al-Qur’an yang artinya.:

‘Dan janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya’ (QS al-Baqarah: 42).

Sebagaimana dipahami, aktivitas yang dilakukan pelacur berikut pelanggannya termasuk perbuatan batil yang jelas diharamkan di dalam Islam.

Makanya ia pun heran, bagaimana mungkin di negeri mayoritas Muslim, perkara batil dicampuradukkan dengan yang hak. “Menjalankan ibadah shalat tarawih, kemudian melakukan tadarus Al-Qur’an itu adalah perbuatan yang hak, yang benar,” tandasnya.

Dengan demikian, jelaslah kebijakan ini tidak sesuai dengan perintah Allah SWT, yakni dilarang mencampuradukkan antara yang hak dan batil. “Jelas sekali itu perintahnya,” tegasnya sekali lagi.

Celakanya, tambah Fajar, mereka sudah tak malu-malu lagi melakukan itu. Padahal Situbondo termasuk kota dengan banyak sekali pesantren, yang tentu saja apabila para aparat pemda mengerti, pasti mengetahui tentang keharaman zina.

Apalagi di dalam setiap doa seorang Muslim senantiasa memohon kepada Allah SWT agar ditunjukkan yang benar adalah benar, dan yang salah adalah salah.

Allahumma arinal haqqa haqqa warzuqnattiba’ah, wa arinal bathila bathila warzuqnajtinabah,” demikian bunyi doa yang merupakan hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim, yang artinya:

‘Ya Allah tunjukkanlah kepada kami bahwa yang benar itu adalah benar, bahwa yang hak itu hak, dan berilah kami kekuatan untuk mengikutinya. Serta tunjukkanlah kepada kami bahwa yang batil adalah batil. Dan berikanlah kami kekuatan untuk menjauhinya.’

Kata Fajar, sebenarnya tak hanya perkara perzinaan sebagaimana kasus di Situbondo. Menurutnya, berbagai praktik batil masih dilakukan masyarakat, seperti riba, dan terlebih pelegalan peraturan perundang-undangan yang pembuatannya diserahkan kepada akal manusia. Dan seringkali justru menyelisihi ketentuan yang telah ditetapkan di dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah.

Solusi

“Tentu kalau kita ingin menjadikan solusi tuntas maka harus dibongkar pemahaman-pemahaman yang seperti tadi itu, pemahaman yang sudah teracuni oleh pemikiran sekuler, oleh pemikiran yang liberal dan teracuni oleh paham pluralisme,” tuturnya.

Lebih jauh, negaralah yang justru berkewajiban membentengi umat dari bermacam pemahaman yang jauh dari Islam tersebut.

“Harusnya ada negara yang kemudian membentengi umat ini dari maraknya pemahaman-pemahaman tadi, sekularisme, liberalisme, pluralisme yang berkembang di tengah-tengah masyarakat,” tekannya.

Adalah negara sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang menjadikan Islam sebagai landasan fundamental di dalam membangun tata kehidupan berbangsa dan bernegara.

Mulai permasalahan di aspek ekonomi, pemerintahan, peradilan, sosial kemasyarakatan, dan lainnya yang menurut Fajar tidak bisa tuntas jika diserahkan penyelesaiannya kepada negara sekuler seperti sekarang ini.[] Zainul Krian

Share artikel ini: