Mediaumat.info – Setidaknya ada lima faktor yang membuat harga beras naik menjelang Ramadhan 1445 H. Hal itu diungkapkan Peneliti Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak kepada mediaumat.info, Senin (19/2/2024).
Pertama, keterlambatan musim panen. Akibat el-nino, musim tanam padi pada 2023 mundur dari Oktober menjadi November-Desember 2023. Sehingga, panen raya diperkirakan mundur dari Maret 2024 menjadi April 2024.
“Musim panen raya padi di Indonesia biasanya terjadi pada bulan Maret-April. Penundaan ini menyebabkan stok menurun, sehingga pedagang dari berbagai mata rantai mulai dari gabah di tingkat petani dan beras di tingkat penggiling hingga pengecer akan menaikkan harga,” tuturnya.
Kedua, kenaikan harga internasional. Pedagang juga melihat kenaikan harga beras internasional yang naik cukup signifikan pada Januari 2024. Berdasarkan data Bank Dunia, pada Januari 2024 rata-rata harga beras premium (broken rice 5%) dari Thailand mencapai US$660 per ton.
“Harganya naik sekitar 2,5% dibanding Desember 2023 (month-on-month), serta melonjak 27,7% dibanding Januari 2023 (year-on-year),” ungkapnya.
Ketiga, peningkatan biaya produksi yang dihadapi petani. Di antaranya adalah biaya pupuk yang mahal akibat kelangkaan. Kenaikan harga BBM menyebabkan harga transportasi dan biaya produksi lainnya meningkat.
“Harga BBM mengalami kenaikan sejak akhir tahun lalu ketika Jokowi memutuskan untuk menaikkan harga BBM pertalite tepat pada 3 September 2022. Harga BBM pertalite yang tadinya hanya Rp7.650 per liter naik menjadi Rp10.000 per liter sampai pada hari ini,” terang Ishak.
Keempat, permintaan beras yang tinggi akibat pemilu dan menjelang puasa. Permintaan beras di Indonesia selalu tinggi, terutama menjelang bulan Ramadhan dan Lebaran.
“Pada tahun 2024, permintaan beras semakin tinggi karena adanya pemilu (pembagian bansos oleh pemerintah dan caleg),” ujarnya.
Kelima, spekulasi para pedagang. Ketidakpastian politik menjelang pemilu ditambah dengan potensi kekurangan pasokan mendorong mereka melakukan manipulasi pasar dan menaikkan harga beras untuk tujuan tertentu.
Pemerintah, lanjut Ishak, semestinya sudah mengantisipasi potensi ini dengan meningkatkan stok, termasuk dari impor jika memang pasokan domestik kurang.
“Namun harus dipastikan bahwa pengadaan beras tersebut tidak dilakukan menjelang masa musim panen raya atau bahkan bisa bersamaan dengan musim panen, seperti yang sering terjadi,” tegasnya.
Menurutnya, kenaikan harga menjelang Ramadan ini jelas sangat berdampak pada peningkatan biaya hidup kelas menengah bawah.
“Kemampuan mereka memenuhi kebutuhan primer mereka berkurang,” pungkasnya. [] Achmad Mu’it