Mediaumat.news – Sidang judicial review di MK semakin menguak kelemahan Perppu Ormas secara konstitusional, tentu saja membuat para pendukungnya galau. Kegalauan tersebut salah satunya ditunjukkan oleh mantan Direktur Eksekutif WALHI Emmy Hafild.
“Perppu 2/2017 tentang penutupan Ormas Radikal digugat oleh HTI dkk. Saat ini ada 8 gugatan dan itu akan nambah terus. Kalau mereka menang, maka HTI dkk akan gegap gempita lagi. Kita sudah mengalami sedikit kedamaian setelah Perppu ini keluar. Perppu ini saat ini sedang berada di ujung tanduk,” ujarnya dalam akun facebook Emmy Hafild Kamis (14/9/2017) malam.
Untuk memperkuat posisi Presiden, perlu ada pihak terkait yang harus didengar oleh MK. Saat ini baru ada 6 pihak terkait, perlu dua lagi dan lagi dan lagi. “Ayo temani Presiden kita dalam mempertahankan Perppu ini. Masa depan negeri ini tergantung kita semua.. tandatangani surat kuasa kepada pengacara Pembela Panca Sila dkk,” ajaknya.
Emmy juga menyatakan, “Menjadi pihak terkait artinya suara dan aspirasi kita wajib didengar oleh Majlis Hakim Konstitusi dan menjadi pertimbangan hukum hakim. Ayo, kita bela masa depan kita yang bebas dari radikalisme.”
Tentu yang dimaksud radikalisme dengan konotasi negatif oleh Emmy adalah penerapan syariah Islam secara kaffah termasuk dalam sistem politik, sistem hukum atau sistem ketatanegaraan.
Jelas pernyataan Emmy merupakan dukungan terhadap tindakan penodaan agama sebagaimana disampaikan ahli hukum pidana materil Dr H Abdul Chair Ramadhan, SH, MH dalam judicial review Perppu Ormas Kamis siangnya.
“Perppu Ormas, harus dikritisi dengan serius, karena baik langsung maupun tidak langsung, akan menimbulkan suatu akibat berupa penodaan terhadap agama sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 156a huruf a KUHPidana,” tegasnya dalam sidang judicial review Perppu Ormas, Kamis (14/9/2017) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
Karena, lanjut Abdul Chair, ketika suatu Ormas — melalui angggota dan/atau pengurusnya— yang menganut, mengembangkan serta menyebarluaskan ajaran sistem politik, sistem hukum atau sistem ketatanegaraan berdasarkan referensi agama (Al-Qur’an dan Hadits) sebagaimana dipraktekkan oleh Rasulullah SAW dan kemudian diikuti oleh Khulafaur Rasyidin dianggap telah memenuhi unsur Pasal 59 Ayat (4) huruf c (Perppu Ormas), maka Ormas tersebut dapat dibubarkan.
“Apabila kita simulasikan dengan pendekatan kausalitas, maka akan terlihat adanya penodaan terhadap agama, sepanjang paham yang diyakini tidaklah tergolong/termasuk paham yang menyimpang atau sesat menyesatkan berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI),” bebernya.[]Joko Prasetyo