Legal Opini LBH Pelita Umat terkait RUU TPKS
Mediamat.id – Terkait draf Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi usulan inisiatif DPR, Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan memberikan pendapat hukumnya.
“Berkaitan dengan hal tersebut di atas, saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Senin (13/2/2021).
Pertama, perumusan norma kekerasan seksual yang diatur memuat frasa ‘secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas’.
“Jika menggunakan tafsir argumentun a contrario mengandung makna dapat dibenarkan apabila ada ‘persetujuan dan tanpa paksa.’ maka hubungan seks di luar pernikahan tidak dapat dipersoalkan dan hal ini dikhawatirkan menjadi legitimasi bagi pihak mana pun yang ingin melakukan seks di luar pernikahan berbasis persetujuan,” jelasnya.
Kedua, sudah sepatutnya Indonesia memiliki aturan hukum yang melarang perzinaan atau hubungan seks di luar pernikahan. “Aturan ini akan melindungi kehormatan, harkat, martabat wanita dan juga melindungi kerusakan moral bangsa. Aturan larangan zina dapat dilakukan dengan perluasan pasal 284 KUHP. Selama ini pasal 284 KUHP diterapkan jika pelaku zina telah menikah,” jelasnya.
Ketiga, menurut pihak yang mendukung maraknya kekerasan seksual disebabkan karena tidak adanya payung hukum komprehensif yang mengatur upaya penanganan dan pemulihan korban kekerasan seksual. “Kekerasan seksual terhadap perempuan sesungguhnya merupakan permasalahan sistemik,” tegasnya.
Menurutnya, sistem pergaulan dalam bingkai sekularisme telah melahirkan budaya permisif hedonis yang membebaskan syahwat manusia. “Ketiadaan perlindungan negara dalam mengatur tata pergaulan di masyarakat telah berdampak pada meningkatnya kasus kekerasan seksual pada perempuan,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it