Mediaumat.news – Menanggapi ledakan bom di halaman Gereja Katedral Makassar, Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (MIY) mengecam dan mengutuk peristiwa tersebut karena bertentangan dengan ajaran Islam.
“Kita mengecam dan mengutuk peristiwa itu karena ini semua bertentangan dengan ajaran Islam. Apalagi itu dilakukan dengan satu cara yang akhirnya membuat dirinya tewas,” tuturnya dalam acara Special Interview: Ada Apa di Balik Bom Makassar dan Penyerangan Mabes Polri, Jumat (2/4/2021) di kanal YouTube Rayah TV.
Ismail menilai, Islam melarang mencelakai diri sendiri. Apalagi sampai menghilangkan nyawa. “Al-Qur’an jelas sekali menyebut, dan janganlah kamu membunuh dirimu,” ujarnya.
Bukan Jihad
Menurutnya, peristiwa itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan apa yang disebut perjuangan. “Juga tidak ada hubungannya dengan apa yang disebut jihad,” tegasnya.
Ia menduga, meskipun motif dan tujuan dari pelaku kemungkinan itu untuk “jihad” sebagaimana yang tertulis dalam surat wasiat, namun hal tersebut tidak sesuai dengan makna jihad yang sebenarnya.
“Jihad itu memerangi orang kafir di jalan Allah untuk meninggikan kalimat Allah. Jadi, ada kegiatan perang atau memerangi kemudian obyeknya orang kafir. Konteksnya di jalan Allah. Tujuannya, menegakkan kalimat Allah. Ulama menyebut jihad itu ada dua yakni jihad difai dan jihad hujumi. Jihad difai itu jihad defensif. Ketika kita diserang maka kita tidak boleh diam menjadi korban begitu saja. Tidak boleh kita membiarkan diri kita dizalimi. Jadi, jihad difai ini dilakukan oleh karena kita diserang. Kedua, jihad ofensif atau hujumi. Itu dilakukan untuk menghilangkan hambatan dakwah. Jadi, kita aktif. Kita melakukan langkah-langkah lebih dulu yaitu menyerang. Sekarang pertanyaannya, kira-kira bom Makassar itu termasuk yang di Mabes Polri masuk jihad yang mana? difai atau hujumi?” tanyanya.
Kalau termasuk jihad difai, ia justru bertanya, memangnya ada penyerangan dari gereja itu? “Apa ada penyerangan dari Mabes Polri? Sehingga kita harus defence. Defence dari apa?” ujarnya.
Ia menilai peristiwa di Makassar dan Mabes Polri bukanlah defence. “Dia datang kok. Jadi, enggak defence. Kalau defence, dia di tempatnya. Kalaupun menyerang dia masih berada di posisinya. Kalau defence, dari apa? Kan nggak ada penyerangan terhadap dirinya,” tandasnya.
Jika peristiwa tersebut dikategorikan jihad hujumi, maka menurutnya, perlu diketahui bahwa jihad hujumi itu untuk menghilangkan hambatan dakwah. “Tapi, sebelum melakukan jihad hujumi, ada dua hal yang dilakukan yakni didakwahi. Kalau didakwahi tidak mau maka dia diminta tunduk dengan perlindungan Islam dan membayar jizyah. Maka jadilah dia ahlul dzimmah. Kalau tidak mau juga barulah jihad hujumi itu dilakukan,” terangnya.
“Dan itu pun juga melalui sebuah komando. Tidak sendiri-sendiri kalau jihad difai masih bisa sendiri-sendiri. Kalau diserang, dia harus melawan tidak perlu komando,” imbuhnya.
Jadi, menurutnya, dari pengertian jihad di atas, konteks jihad, lalu ragam jihad maka ia menilai peristiwa tersebut enggak bisa dimasukkan jihad. “Enggak ada satu pun yang masuk. Makanya ini jadi tanda tanya besar. Ini apa sebenarnya?” pungkasnya. [] Achmad Mu’it