LBH Pelita Umat Ungkap Faktor yang Membuat Al-Zaytun seperti Kebal Hukum
Mediaumat.id – Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan mengungkapkan faktor yang memengaruhi hukum sehingga penanganan hukum dugaan kesesatan dan penistaan agama Panji Gumilang dan Ma’had Al-Zaytun yang dipimpinnya terkesan lambat bahkan terlihat seperti kebal hukum.
“Di dalam hukum proses penegakan hukum itu, dia tidak an sich dengan pendekatan hukum. Di situ ada faktor-faktor yang memengaruhi hukum. Dan faktor ini, sangat kuat yang bisa mengendalikan hukum,” tuturnya di acara Diskusi Media Umat: Dibiarkan, Al-Zaytun Kebal Hukum? melalui kanal YouTube Media Umat, Ahad (2/02/23).
Menurutnya, hukum itu hanya sekadar menjadi instrumen, apakah digunakan atau tidak. “Faktor apa itu? Tentu faktor ini adalah faktor kekuasaan. Jadi, kekuasaan itu sangat erat bahkan bisa memengaruhi proses penegakan hukum. Jadi oleh karena itu, inilah yang saya sebut dengan perselingkuhan kekuasaan dengan hukum atau kekuasaan yang mengendalikan hukum,” ujarnya.
Chandra menilai, kalau sudah kekuasaan masuk ke sektor hukum, maka tentu sampai kapan pun bahkan sampai kiamat pun proses sebuah tindak pidana atau temuan apa pun itu tidak dapat diproses menggunakan instrumen hukum. “Kalau memang faktor kekuasaan itu sudah masuk,” tegasnya.
Pertanyaan selanjutnya, kata Chandra, adalah siapa pemegang kekuasaan itu?
“Temuan dari Kiai Hajir Ali sudah cukup lama kurang lebih sampai 20 tahun. Begitu juga dengan dr Taufik. Atau begitu juga misalnya korban-korban yang tadi sudah diceritakan kiai, itu sampai saat misalnya kalau memang demikian, kenapa masih tidak diproses secara hukum? Maka ini jadi pertanyaan, siapa di belakang itu pemegang kekuasaan? Sekuat apa itu? Tentu kan ini menjadi akhirnya terbuka ke publik. Publik menjadi terbuka dan menjadi tahu siapa, ada faktor kekuasaan di belakang itu?” tanyanya.
Oleh karena itu, agar informasi atau analisis yang menyatakan ada faktor kekuasaan di belakang itu bisa ditepis, bisa dibuang, bisa dihindari, maka menurutnya, aparat penegak hukum dan pemerintah mesti melakukan penyelidikan secara komprehensif.
“Kalau memang ini masih tidak dilakukan maka jangan salahkan masyarakat kalau analisis-analisis demikian terjadi,” pungkasnya.[] Teti Rostika