Mediaumat.id – Terkait ditembak matinya Dokter Sunardi oleh Densus 88 di Sukoharjo, Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan meminta Komnas HAM RI untuk segera membentuk tim independen pencari fakta.
“Perkara ini telah menjadi perhatian publik, agar diperoleh keadilan publik maka perlu Komnas HAM RI segera membentuk tim independen pencari fakta dan harus transparan mengungkap kejadian tersebut,” ujarnya dalam rilis yang diterima Mediaumat.id, Jumat (11/3/2022).
Chandra memandang, tim pencari fakta harus menyingkap penyebab terjadinya penembakan. Jika aparat yang di lapangan atau pemberian perintah yang terlibat dalam insiden itu melanggar protokol tentang penggunaan kekuatan dan senjata api, maka mereka harus diungkap secara terbuka dan diadili sesuai dengan hukum.
Menurut Chandra, sekalipun polisi diberi kewenangan untuk menembak melalui peraturan Kapolri, namun bukan berarti bebas menembak sampai mati. Sebab terduga itu tidak untuk dimatikan, tapi dilumpuhkan.
Ia juga menyatakan, negara ini merupakan negara hukum, dan tugas polisi adalah menegakkan hukum. Dan dalam hukum itu pun ada asas praduga tak bersalah. Walaupun melawan dengan hendak melarikan diri, bukan berarti lantas ditembak dengan alasan tersebut.
“Polisi seharusnya bukan orang yang baru memegang senjata, jika langsung ditembak mati saya kira semua orang bisa melakukannya tanpa melalui pendidikan khusus,” ucapnya.
Chandra mengatakan, apabila terdapat pelanggaran hukum yang dilakukan terduga tersebut, seharusnya dapat diproses sebagaimana ketentuan pidana yang belaku. Proses hukum tersebut merupakan cerminan dari asas praduga tak bersalah dan memberikan kesempatan bagi pihak yang dituduh untuk melakukan pembelaan secara adil dan berimbang (due process of law).
Menurutnya, aparat dibolehkan untuk menggunakan kekuatan atau kekerasan, terutama dengan senjata api, adalah sebagai upaya terakhir. Itu pun harus merupakan situasi luar biasa untuk melindungi keselamatan dirinya dan atau orang lain. Apabila kondisi tersebut tidak terjadi, maka dapat dinilai sebagai tindakan tanpa hukum atau extra judicial killing.
Sebab, kata Chandra, apabila indikasi extra judicial killing terjadi, maka merupakan suatu pelanggaran hak hidup seseorang yang telah dijamin oleh UUD 1945 dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, seperti hak hidup dan hak atas pengadilan yang adil. “Hal itu merupakan hak asasi yang tidak dapat dikurangi apa pun keadaannya,” pungkas Chandra.[] Agung Sumartono