Mediaumat.id – Pasal 188 ayat (1) KUHP baru, yang berbunyi: “Setiap orang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila di muka umum dengan lisan atau tulisan termasuk menyebarkan atau mengembangkan melalui media apa pun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun,” dinilai bertentangan dengan sistem hukum pidana.
“Pasal 188 bertentangan dengan doktrin sistem hukum pidana,” ujar Ketua DPP LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. dalam rilis pernyataan hukum yang diterima Mediaumat.id, Ahad (25/12/2022).
Menurut Chandra, ada dua faktor kenapa Pasal 188 bertentangan dengan doktrin sistem hukum pidana atau principle of legality.
Pertama, bertentangan dengan konsep lex scripta. Yaitu setiap orang hanya dapat dituntut pidana apabila tercantum/tertulis di dalam undang-undang, yang mengharuskan UU dirancang secara jelas, dituliskan secara terang paham yang dimaksud dan tepat agar memungkinkan digunakan untuk mengatur perilaku setiap orang.
Kedua, bertentangan dengan konsep lex stricta. Bahwa untuk menentukan adanya tindak pidana tidak boleh didasarkan pada analogi/multitafsir. Sedangkan pasal 188 KUHP baru, tidak menyebutkan secara jelas, terang dan tanpa ada keraguan (expresive verbis) paham apa yang dimaksud.
Chandra menegaskan, pasal 188 ini sangat bermasalah. Sebab tidak ada penjelasan dengan apa yang dimaksud paham yang bertentangan dengan Pancasila. Dan siapa yang berwenang menentukan suatu paham bertentangan dengan Pancasila.
Chandra melihat, pasal ini berpotensi mengkriminalisasi setiap orang terutama pihak oposisi pemerintah. Pasal ini akan menjadi pasal karet dan dapat menghidupkan konsep pidana subversif seperti yang terjadi di era orde Baru.
“Saya khawatir norma ‘paham lain yang bertentangan dengan Pancasila’ menjadi criminal extra ordinaria, artinya kejahatan-kejahatan yang tidak disebut dalam undang-undang, sebagaimana yang pernah terjadi pada Romawi kuno,” pungkasnya.[] Agung Sumartono