LBH Pelita Umat: KUHP Menimbulkan Kecemburuan Komunis

Mediaumat.info – Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan menyatakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menimbulkan kecemburuan penganut ideologi komunisme.

“Jadi, KUHP ini menimbulkan kecemburuan sebetulnya, kecemburuan dari orang yang menganut ideologi komunisme,” tuturnya dalam Islamic Lawyer Forum (ILF): KUHP Baru, Bagaimana dengan Gerakan Dakwah Islam? di kanal YouTube Rayah TV, Sabtu (27/01/24).

Karena, jelas Chandra, dalam KHUP tersebut yang dilarang hanya komunisme sedangkan kapitalisme tidak dilarang.

“Barang siapa yang menyebarkan paham komunisme, marxisme, leninisme gitu ya dan paham lain yang bertentangan (dengan Pancasila). Nah, di situ orang-orang kiri, orang orang yang aktivis-aktivis itu bertanya, kenapa kapitalisme tidak pernah disebut padahal rivalnya komunisme,” ujarnya mengutip bunyi pasal yang dipermasalahkan.

Padahal, jelas Chanda, kapitalisme itu setara dengan komunisme tetapi tidak pernah disebut. “Kapitalisme itu kedudukannya setara dengan komunisme. Sama- sama ideologi gitu. Tapi tidak pernah disebut,” herannya.

Maka, beber Chandra, menjadi pertanyaan besar. “Ini jadi pertanyaan besar, apakah kapitalisme ini sesuai dengan Pancasila? Apakah kapitalisme itu sesuai gitu ya? Sehingga tidak pernah disebut sama sekali. Kapitalisme itu berarti, kalau tidak pernah disebut, berarti tidak bertentangan,” jelasnya.

Penerapan Kapitalisme

Chandra kemudian menjelaskan satu per satu bagaimana penerapan kapitalisme di negeri ini. Mulai dari sistem ekonomi, hukum, dan pemerintahan.

Kemudian, ia pun menjelaskan yang berhubungan dengan hukum dan pemerintahan.

“Kapitalisme dalam konteks hukum, hukum pidana hukum perdata bahkan hukum praktik di pengadilan sekalipun kita telah menggunakan sistem hukum yang berasal dari kapitalisme. Apa itu? dalam kapitalisme ada dua yang dipakai. ada yang disebut dengan Eropa Kontinental yang disebut dengan civil law system dan anglo saxon common law, ini dua sistem yang berasal dari Eropa. Dan, itu dipraktikkan di negara kita,” jelasnya.

Ia pun menyayangkan, kalau ini dipraktikkan tapi tidak dipersoalkan. Artinya, pemerintah mengakui secara terang-terangan.

Menyasar Ajaran Islam

Candra kemudian menduga kuat, frasa ‘paham lain’ dijadikan pemerintah untuk menyasar ajaran Islam.

“Di situ disebut paham lain. Siapa paham lain itu? Kapitalisme tidak disebut. Saya patut menduga kuat bahwa pasal ini menyasar pada Islam, menyasar pada ajaran ajaran Islam,” sesalnya.

Karena itu, ia pun menginginkan agar Pancasila jangan dijadikan batu uji dan alat pukul oleh rezim.

“Kita tidak ingin Pancasila itu dijadikan oleh rezim sebagai alat pukul, alat pukul menilai seseorang, menilai ormas, kelompok lain yang bertentangan dengan penguasa, dituduh bertentangan lalu dipukul menggunakan instrumen Pancasila,” tukasnya.

Ia juga berharap, jangan sampai ayat suci di bawah konstitusi.

“Jangan sampai Pancasila itu dijadikan batu uji untuk menilai ajaran agama Islam. Kalau Pancasila dijadikan batu uji untuk menilai ajaran agama Islam, berarti posisi Pancasila di atas ayat suci atau ayat konstitusi di atas ayat suci,” pungkasnya.[] Teti Rostika

Share artikel ini: