Mediaumat.id – Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan mengatakan hukum adalah unsur paling mudah disandera politik dan kekuasaan.
“Hukum itu adalah unsur yang paling mudah untuk disandera atau diselingkuhi oleh politik dan kekuasaan, paling mudah digunakan untuk menjerat penyelenggara negara termasuk aparat penegak hukum,” tuturnya di Perspektif: Menteri Korupsi di Balik Latar Radikalisasi & Kontestasi, Jumat (19/5/2023) di kanal YouTube Pusat Kajian Analisis dan Data.
Chandra mencontohkan UU Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) yang sangat mudah disandera karena dalam undang-undang tersebut korupsi tidak selalu dimaknai mengambil uang rakyat.
Ia mencontohkan, dalam praktiknya, kontraktor terutama kontraktor yang bermodal kecil, tidak bisa menjalankan proyek sebelum dana dari pemerintah cair. Sementara pencairan dana dari pemerintah sering terlambat dari waktu yang sudah disepakati yang berimbas pada tertundanya pengerjaan proyek.
“Meski anggaran tidak dimakan oleh kontraktor tadi tapi untuk menyelesaikan proyek yang tertunda, maka kontraktor itu bisa kena delik korupsi hanya karena proyek tidak selesai sesuai waktu yang disepakati. Padahal tidak selesainya proyek itu karena keterlambatan dana yang dicairkan oleh pemerintah,” beber Chandra memberikan contoh.
Chandra lalu berkesimpulan bahwa istilah korupsi itu mesti dipilah karena tidak semua korupsi dimaknai memakan uang rakyat.
“Oleh karena itu siapa pun bisa dijerat dengan UU Tipikor karena unsurnya cukup gampang yaitu ada kerugian keuangan negara. Dan kalau mau fair semua dikejar dengan menggunakan UU Tipikor maka republik ini akan bubar karena hampir semua penyelenggara negara akan terkena jerat hukum,” tandasnya.
Dengan kenyataan itu, kata Chandra, hukum adalah instrumen paling mudah untuk memukul lawan politik. “Oleh karena itu penangkapan Jhonny G Plate tersangka kasus korupsi bisa jadi ada unsur pidananya tapi juga sangat mungkin terjadi karena unsur politik. Karena unsur hukum dan politik itu saling sandera,” ungkapnya.
Hukum, lanjut Chandra, adalah cara yang paling halus untuk memukul lawan-lawan politik atau mendorong terjadinya negosiasi.
“Jika ada analisis bahwa penangkapan ini adalah bagian tekanan terhadap Nasdem saya kira tidak bisa disalahkan karena hukum itu paling halus untuk menekan dan mendorong terjadinya kesepakatan-kesepakatan atau negosiasi,” tandasnya.
Dua Hal
Chandra mengatakan, agar hukum tidak diperalat untuk kepentingan politik atau kekuasaan maka harus terpenuhi dua hal.
Pertama, individunya. Mesti diciptakan aparat penegak hukumyang memiliki ketakwaan dalam arti takut kepada Allah, takut suap, takut berbuat zalim dan sebagainya.
Kedua, sistem, karena kalau sistemnya buruk orang yang baik masuk dalam sistem buruk itu seolah-olah dia dipaksa, terpaksa dan dikondisikan menjadi buruk. “Tapi kalau sistem itu baik orang buruk sekalipun akan dipaksa menjadi baik,” bebernya.
Lebih lanjut Chandra menegaskan bahwa sistem dimaksud adalah sistem yang tidak ada unsur subjektivitas, tidak ada unsur yang sifatnya keberpihakan, sistem yang sifatnya netral.
“Sistem tersebut tentu berasal dari Zat Yang Maha Kuasa yaitu Islam.Itu yang akan menciptakan aparat penegak hukum yang baik atau hukum tidak dijadikan sebagai alat menekan dan melakukan negosiasi,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun