Mediaumat.id – LBH Pelita Umat mengajukan uji materiil keputusan menteri (kepmen) yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) ke Mahkamah Agung.
“Hari ini, LBH Pelita Umat mengajukan permohonan uji materiil terhadap Keputusan Menteri ESDM Nomor 218.K/MG.01/MEM.M/2022 tentang Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan,” ungkap Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan dalam rilis yang diterima Mediaumat.id, Senin (19/9/2022).
Ia menuntut agar MA menyatakan kepmen tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor No 30/2007 tentang Energi (UU Energi) dan menuntut agar MA memutuskan kepmen tersebut secara hukum tidak berlaku/tidak mengikat dan/atau dinyatakan batal.
Pasalnya, lanjut Chandra, kepmen tersebut bertentangan dengan Pasal 3 huruf f UU Energi yang berbunyi, “Pengelolaan energi ditujukan untuk meningkatkan akses masyarakat tidak mampu dan/atau yang tinggal di daerah terpencil terhadap energi, guna mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata.”
Nah, ungkap Chandra, kenaikan harga BBM tersebut menjadi masalah yang cukup serius di Indonesia sesuai dengan istilah cross elasticity of demand yang dapat diartikan bahwa setiap kenaikan harga barang, bukan saja akan memengaruhi permintaan terhadap barang lainnya, tetapi juga akan memengaruhi tingkat harga barang yang lain.
Selain itu, beber Chandra, kenaikan harga BBM akan membuat biaya produksi dari perusahaan akan meningkat dan volume produksi akan berkurang. Apabila perusahaan mengurangi tingkat produksinya maka kesempatan kerja akan berkurang dan akan menyebabkan kemiskinan.
“Masyarakat dan rumah tangga miskin adalah kelompok yang paling merasakan beban berat akibat kenaikan bahan bakar minyak,” tegas Chandra.
Chandra juga menyebutkan, kenaikan harga bahan bakar juga diikuti dengan kenaikan ongkos transportasi oleh karena setiap barang membutuhkan jasa angkutan untuk sampai kepada konsumen, maka barang-barang pun akan ikut naik harganya menyesuaikan dengan kenaikan tarif angkutan.
“Meningkatnya biaya untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan atau kemampuan daya beli, menyebabkan masyarakat semakin terpuruk dalam kondisi yang miskin dan menjerat,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo