LBH Pelita Umat: “Ada Aroma Korupsi dalam Divestasi Freeport”

Mediaumat.news – Ketua LBH Pelita Umat Ahmad Khozinudin mencurigai ada korupsi dalam divestasi Freeport. “Menduga kuat ada aroma korupsi dalam transaksi divestasi Freeport ini,” ungkapnya dalam rilis yang diterima Mediaumat.news, Selasa (15/1/2019).

Karena, ungkap Ahmad, pada tenggat waktu dua tahun ini, pemerintah dapat memaksa Freeport untuk menunaikan kewajiban kepada negara akibat kerugian negara yang ditimbulkan Freeport sebagaimana tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan BPK pada April 2017.  “Pemerintah bisa memaksa Freeport membayar kerugian sekaligus memproses PTFI secara pidana,” tegasnya.

Namun bukannya mengambil apa yang menjadi hak negara sekaligus menegakkan hukum untuk menindak PT Freeport Indonesia (PTFI), pemerintah melalui Inalum justru memanjakan Freeport dengan membeli saham yang harganya mahal sekaligus mengambil alih tanggung jawab kerusakan lingkungan yang ditimbulkan PTFI.

“Pemerintah juga lancang mengeluarkan IUPK kepada PTFI hingga tahun 2041. Padahal PTFI masih terikat KK yang demi hukum berakhir tahun 2021,” ungkapnya.

Freeport Dapat Untung Beliung

Sementara negara merugi, PTFI mendapat untung beliung dari aksi serampangan yang dilakukan pemerintah melalui PT Inalum. Menurut Ahmad, untung beliung yang didapat Freeport ada empat.

Pertama, PTFI mendapat suntikan dana segar sebesar USD 3,8 miliar dari proses divestasi pada saat PTFI sedang mengalami kerugian. Dan harga ini, jauh lebih mahal dari taksiran harga wajar.

Kedua, PTFI dapat melimpahkan tanggung jawab akibat kerusakan lingkungan pada tambang Grasberg yang dikerjasamakan dengan PT Rio Tinto. Dengan komposisi saham 51,3 %, maka pemerintah melalui Inalum menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas aktivitas PTFI yang menyebabkan kerugian lingkungan.

Ketiga, PTFI tidak perlu membayar kerugian negara akibat kerusakan lingkungan yang dihitung oleh BPK sebesar Rp185 T. Bahkan, PTFI juga bisa lepas dari jerat pidana Tipikor termasuk tindak pidana lingkungan akibat penggunakan lahan hutan lebih dari 4500 ha tanpa izin untuk kegiatan menambang.

Keempat, PTFI mendapat garansi untuk terus menambang dan mengeruk kekayaan alam bumi Papua hingga tahun 2041, karena selain mendapat harga saham dari transaksi PTFI juga mendapat IUPK dari pemerintah.[] Joko Prasetyo

Share artikel ini: