Mediaumat.id – Terkait laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyatakan Israel harus disalahkan atas konflik dengan Palestina, justru dinilai tengah mengonfirmasi kesalahan organisasi internasional antarpemerintah itu sendiri.
“Sebenarnya PBB sedang mengonfirmasi kesalahannya sendiri,” ujar Magister Kajian Timur Tengah dan Islam Iranti Mantasari B.A., IR, M.Si. kepada Mediaumat.id, Kamis (9/6/2022).
“Kesalahan yang mana? Kesalahan mengenai tawaran two state solution, atau solusi dua negara,” sambungnya.
Bahkan dikarenakan penjajahan sudah lebih dari 70 tahun atas Kaum Muslim di sana, yang telah pula dipertontonkan secara internasional, langkah tersebut menurut Iranti sangat terlambat. “Keterlambatannya itu sudah berdekade-dekade,” tandasnya.
Sebagaimana dikabarkan, laporan penyelidik PBB Navi Pillay yang juga mantan kepala hak asasi PBB dari Afrika Selatan menyebutkan, Israel adalah pihak utama yang harus disalahkan dalam kekerasan dan konflik tak berkesudahan dengan Palestina.
Maknanya, lanjut kesimpulan yang disampaikan penyelidik PBB itu pada Selasa (7/6), pendudukan Israel dan diskriminasi terhadap warga Palestina merupakan penyebab utama siklus kekerasan yang tak berkesudahan di daerah Gaza dan Yerusalem selama beberapa puluh tahun terakhir.
Sementara itu, lanjut Iranti, alih-alih memberikan solusi, PBB di awal polemik justru meniscayakan keberadaan otoritas Israel di samping Palestina, dan dianggap sebagai langkah adil, serta mampu mengakomodasi kepentingan kedua belah pihak.
“Laporan ini sekaligus menunjukkan kesalahan, kekeliruan yang amat sangat fatal yang dikeluarkan oleh PBB itu sendiri,” terangnya lagi.
Maka berangkat dari situ, kata Iranti, sebenarnya publik bisa melihat bahwa berbagai skema resolusi serta tawaran dari PBB dan negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat (AS) sekalipun, sama sekali tak berdampak pada berhentinya penjajahan Israel atas Palestina.
“Dengan mengakui bahwa akar masalah penjajahan Palestina adalah dengan eksisnya Israel itu sendiri, justru mereka (PBB) sudah, mungkin bahasanya itu menjilat ludah mereka sendiri,” paparnya.
Pasalnya lembaga internasional yang berdiri pada 24 Oktober 1945 itu, selama ini menunjukkan sikap pembelaan terhadap Israel. Sebutlah dukungan moral hingga materi misalnya.
Untuk Apa?
“(Lagipula) untuk apa sebenarnya PBB membuat laporan jika tidak ada yang mengeksekusinya?” tanyanya, seraya menyebut hal itu formalitas belaka.
“Supaya terlihat bekerja, supaya terlihat bahwasanya PBB itu mengayomi masyarakat internasional,” imbuhnya.
Namun, menurut Iranti lagi, hal itu tak lebih dari sebuah penipuan atau pengelabuan terhadap fakta.
Oleh karena itu polemik demikian mestinya mampu menyadarkan umat, khususnya kaum Muslim, betapa yang dilakukan PBB yang didukung oleh negara-negara Barat hanyalah omong kosong. “Penjajahan di atas kaum Muslim, di Palestina sana, itu akar masalahnya memang adalah karena eksistensi Israel itu sendiri,” tegasnya.
Artinya, kemunculan PBB memang untuk melancarkan kepentingan-kepentingan hegemonik terkait perluasan kekuasaan, pengaruh, cengkeraman bagi negara-negara imperialis penjajah. “Ini fungsi utamanya PBB sebenarnya seperti itu,” timpalnya.
Sehingga sekali lagi, kata Iranti, ketika laporan itu dikeluarkan, kaum Muslim seharusnya menyadari apa pun tawaran solusi yang diberikan PBB, semuanya hanyalah bualan hingga hari ini.
Kalaupun masih saja ada yang memercayai Palestina bakal dibebaskan via bermacam kerangka perdamaian dan negosiasi misalnya, yang bahkan dijembatani PBB dalam hal ini negara anggota pemilik hak veto, sejatinya tidak akan melahirkan kemerdekaan hakiki bagi kaum Muslim di sana.
Malahan, katanya, keberadaan penjajahlah yang justru makin dilanggengkan dengan bermacam upaya barbar melalui bantuan militer, dana, moril, dsb.
Harus Dihapuskan
Berikutnya tatkala menyadari semua itu, semestinya umat Islam pun seketika mengalihkan pandangan, bahwa akar masalah di Palestina adalah keberadaan Israel yang tentunya harus dihapuskan.
Namun selama negara adidaya saat ini, AS, masih bercokol, ia mengungkapkan Israel tidak mungkin bisa dihilangkan. “Yang harus melawan Israel nanti adalah negara Islam,” papar Iranti.
Maknanya, negara Islam yang dimaksud adalah yang bakal mengayomi kaum Muslim seluruhnya. “Menjaga darah dan juga kehormatan kaum Muslim di mana pun berada yang tidak akan membiarkan penjajahan itu terjadi atas kaum Muslim,” tuturnya.
“Negara apakah itu? Negara yang selama ini memang sudah kita kenal sebagai negara Khilafah Islamiah,” pungkasnya.[] Zainul Krian