Label Halal UMKM Cukup Deklarasi dari Pengusaha, Pemerintah Abai

Mediaumat.id – Perppu Ciptaker yang juga mengatur kewajiban sertifikasi halal bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dengan didasarkan pada pernyataan halal dari pelaku usaha dimaksud, menunjukkan abainya pemerintah tentang makanan halal.

“Pemerintah cenderung mengabaikan, menganggap sepele berkaitan dengan makanan halal,” tutur Pengamat Kebijakan Publik dari Indonesian Justice Monitor (IJM) Dr. Erwin Permana kepada Mediaumat.id, Selasa (3/1/2023).

“Padahal tidak (boleh) begitu,” sambungnya, sembari mengingatkan selain faktor utama dalam kehidupan manusia, makanan halal juga termasuk hal paling mendasar dalam Islam.

“Hal yang paling mendasar, menentukan keberkahan hidup kita atau enggak, itu kan berawal dari makanannya. Kalau makanannya halal maka tubuh kita itu akan menjadi tubuh yang baik, berkah, dst.,” ujarnya.

Maka tak mengherankan, setiap hari orang berupaya bekerja mencari nafkah salah satu alasannya untuk memenuhi kebutuhan makan. Hanya, kata Erwin, tak sebatas pemenuhan kebutuhan makan. Pasalnya binatang juga sama-sama mencari makan.

Untuk itu, sebagai umat Islam, kata Erwin berpesan, agar senantiasa mencari makanan yang halal. “Halal cara mendapatkannya dan juga kandungan zatnya,” ucapnya menekankan.

Makanya pula, apabila pemerintah bersikeras terkait ketentuan jaminan halal suatu produk bisa diterbitkan hanya dengan deklarasi dari pedagang misalnya, tidak ada sebutan yang pas selain serampangan. “Kalau misalnya cukup hanya dari deklarasi pedagang saja, ya itu serampangan namanya,” sebut Erwin.

Bahkan di dalam praktiknya nanti, rawan terjadi kebohongan. Sebab tak ada jaminan seorang pengusaha atau pedagang tak akan melakukan kebohongan. “Siapa yang menjamin pedagang itu enggak akan bohong?” selanya, yang juga memandang sekali lagi hal itu sebagai bentuk ketidakseriusan pemerintah dalam memperhatikan makanan halal bagi rakyatnya.

Untuk diketahui, dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja tersebut, di antara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 4A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4A

 (1) Untuk Pelaku Usaha mikro dan kecil, kewajiban bersertifikat halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 didasarkan atas pernyataan halal Pelaku Usaha mikro dan kecil.

 (2) Pernyataan halal Pelaku Usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan standar halal yang ditetapkan oleh BPJPH.

Pelecehan Atas Konstitusi

Tak ayal, perppu ini pun dinilai Erwin sebagai bentuk pelecehan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sebelumnya menyatakan dalam Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, bahwa pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan’.

Menurutnya, meski UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diundangkan pada 2 November 2020 oleh DPR RI dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi pada 25 November 2021 lalu, faktanya pemerintah malah bersikap suka-suka.

Kangkangi Konstitusi

Dengan kata lain, alih-alih berusaha melaksanakan amanah putusan MK untuk memperbaiki dalam rentang hingga dua tahun, pemerintah justru mengangkangi konstitusi dengan menerbitkan Perppu.

“Ini merupakan bentuk terjadi otoritarianisme konstitusi, bentuk pengangkangan terhadap konstitusi yang sudah dilakukan oleh Jokowi,” tandas Erwin.

Tetapi lebih dari itu dan penting dipahami, tambahnya, Perppu Ciptaker berikut segala ketentuan di dalamnya termasuk kewajiban sertifikasi halal bagi UMKM yang boleh didasarkan pada deklarasi dimaksud, dinilai sebagai bagian dari konsekuensi diterapkannya sistem demokrasi.

Karenanya apabila umat ingin perubahan yang benar, ia mengimbau untuk mencampakkan sistem ini. “Jadi kalau ingin benar, buang aja demokrasinya,” pungkas Erwin.[] Zainul Krian

Share artikel ini: