KUHP Baru Lebih Buruk dari Warisan Penjajah Belanda

Mediaumat.id – Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan 6 Desember 2022 dinilai Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky memiliki semangat yang lebih buruk dari KUHP warisan penjajah Belanda.

“Kalau kita lihat RKUHP yang baru disahkan menjadi KUHP yang baru itu memang banyak pasal-pasal yang spiritnya atau semangatnya lebih buruk dari KUHP warisan penjajah Belanda dulu,” tuturnya dalam diskusi KUHP Baru Menghidupkan Kembali Asas Tunggal? di saluran YouTube Aliansi Buruh Indonesia (ABI), Ahad (25/12/2022).

KUHP yang disebut Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly sebagai milik bangsa Indonesia sendiri itu dinilai Wahyudi justru lebih kolonial dari KUHP warisan Belanda.

Ia menilai, pasal-pasal pada KUHP warisan Belanda sudah menggunakan pendekatan berbeda, bukan semangat memenjarakan. Sementara, pada KUHP RI yang baru menurutnya justru memuat ancaman hukuman yang cukup tinggi.

“(KUHP) yang baru ini justru banyak sekali pasal-pasal yang ancaman hukumannya cukup tinggi. Nah, ini spirit dari KUHP ini sendiri spirit penjajahannya belum luntur, bahkan lebih kolonial dari penjajahnya dulu,” ujarnya.

Ia mencontohkan, pada pasal 188 pelanggarnya bisa dihukum dari 4, 7, 10, 12 tahun sampai 15 tahun. Artinya, menurut Wahyudi negara menyiapkan biaya, waktu, dan mencurahkan perhatiannya kepada orang yang berbeda pendapat untuk bisa ditahan di penjara sampai 15 tahun. Manurutnya, hukuman tersebut menyiratkan spirit memenjarakan rakyatnya.

Hal itu dikhawatirkan Wahyudi akan digunakan oleh rezim untuk menghadapi rakyat yang kritis. “Ini bisa digunakan oleh rezim yang sekarang yang punya spirit demikian, juga oleh rezim penggantinya nanti untuk menghadapi orang-orang yang kritis yang berbeda paham yang berbeda pandangan yang berbeda ide, misalnya. Yang kritis bisa dipenjara, ditangkap, bisa dengan level dari 4, 7, 10, 12 sampai 15 tahun,” terangnya.

Di samping itu, adanya frasa “paham lain yang bertentangan dengan Pancasila” menurutnya bisa dijadikan instrumen untuk menghadapi pihak yang berbeda pandangan dengan rezim dengan dalih bertentangan dengan pahamnya ataupun yang mengkritik penguasa.

“Intinya dia bisa menggebuk para lawan politik atau orang-orang yang dianggap tidak sejalan atau tidak sepaham, tidak seide dengan penguasa yang ada,” tegasnya.

Karena itu ia khawatir kondisi ini akan membuat Indonesia kembali seperti masa orde Baru, bahkan lebih parah lagi. Sebab, saat ini pun sudah terjadi penangkapan beberapa aktivis maupun pembubaran ormas karena dipandang tidak sejalan atau dinilai berbeda pandangan, apalagi ke depan saat KUHP baru sudah berlaku? Ia khawatir bisa digunakan lebih represif.

“Cenderung nanti akan bisa lebih berat lagi kepada sasarannya hanya untuk para aktivis dakwah. Mungkin aktivis kiri, sekuler atau nasionalis akan menjadi korban, tapi mungkin akan lebih banyak yang korban adalah aktivitas dakwah Islam. Karena, tentu aktivitas dakwah Islam itu lebih banyak karena memang mayoritas penduduk negeri ini Muslim,” ujar Wahyudi.

Menurutnya, KUHP ini sangat berbahaya karena bisa membuat Indonesia mundur jauh ke belakang, ke masa penjajahan.  Karenanya, ia menyatakan KUHP tersebut perlu ditolak. “Saya berharap seluruh aktivis, seluruh komponen anak negeri ini, yang merasa ingin memperbaiki negeri ini dan membuat negeri ini jauh lebih baik, maka harus melakukan perlawanan, melakukan penolakan terhadap KUHP ini. Dan tentu kita berharap penolakan dengan cara yang smart. Tentu sebagai seorang Muslim harus mencontoh akhlaknya Baginda Rasulullah SAW dengan cara dakwah yang baik, mengingatkan penguasa,” pungkasnya.[] Saptaningtyas

Share artikel ini: