Pada hari Ahad (19/01), KTT yang menargetkan solusi politik tentang konflik di Libya diluncurkan di Berlin, Jerman. Koresponden Anatolia melaporkan bahwa para peserta KTT berfoto bersama, kemudian para jurnalis keluar dari aula, dan pertemuan pun dimulai.
Jerman akan menjamu 11 negara lain di KTT ini, yaitu: Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Prancis, Cina, Turki, Italia, Uni Emirat Arab (UEA), Mesir, Aljazair, dan Kongo.
KTT ini juga dihadiri oleh Ketua Dewan Presiden Pemerintah Kesepakatan Nasional Libya, Fayez al-Serraj, dan Mayor Jenderal pensiunan, Khalifa Haftar, di mana keduanya tengah memperebutkan pemerintah yang diakui secara internasional atas legitimasi dan otoritas di negara yang kaya minyak itu. Sejak 4 April, pasukan Haftar telah melancarkan serangan untuk merebut ibukota, Tripoli (barat), pusat pemerintah yang sah, sehingga membatalkan upaya PBB pada saat itu yang hendak mengadakan konferensi dialog antara pihak-pihak Libya.
Mereka yang berkumpul di Berlin adalah orang-orang yang telah menghancurkan Libya, mengubahnya menjadi negara gagal, dan mereka tidak akan pernah mengembalikan keamanan dan stabilitas padanya. Sekali lagi kami katakan dengan penuh kesadaran bahwa 12 negara yang bertemu di Berlin inilah yang telah menghancurkan Libya sejak sepuluh tahun lalu, baik dengan berpartisipasi aktif dalam proses penghancuran, atau dengan berdiam diri yang merupakan salah satu tanda kerelaan yang paling menonjol, atau dengan berkolusi.
Mereka bertemu di Berlin hanya untuk berbagi kue Libya, minyak dan gas, serta proyek infrastruktur, termasuk sejumah konsekuensi yang kurang penting lainnya, yaitu ketakutan Libya berubah menjadi negara gagal, titik keberangkatan ratusan ribu migran menuju pantai Eropa Mediterania.
Skenario Suriah diulangi di Libya, melalui para agen terorisme yang sama, tanpa perubahan wajah atau metode, dan pengiriman tentara bayaran. Jadi, peringatan Erdogan tentang “terorisme” tidak memiliki arti, sebab ia terlibat dalam krisis ini, seperti halnya Mesir, Emirat, Qatar, Rusia dan Prancis. Sehingga dipastikan bahwa kegagalan di Suriah akan terulang di Libya (kantor berita HT, 22/01/2020).