Mediaumat.news – Merespon aksi buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dalam menolak Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) pada Selasa (29/12), Aktivis ’98 Agung Wisnuwardana menilai UU ini harus terus dilawan karena menzalimi rakyat.
“Alhamdulillah, masih ada KSPI dan saya berharap bahwa UU Ciptaker ini terus dilawan agar tidak ada kezaliman-kezaliman di masyarakat,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Selasa (29/12/2020).
Menurutnya, aksi penolakan ini sangat wajar karena UU Ciptaker penuh konflik kepentingan dan merugikan berbagai pihak terutama kaum buruh.
“UU Ciptaker ini memberi peluang besar agar upah buruh menjadi murah dan dihilangkannya UMSK (Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota) tentu memberatkan kalangan buruh termasuk juga peluang semakin banyaknya outsourching yang terkait dengan posisi pekerja. Ini kan memberatkan. Jadi, sebenarnya masyarakat tidak puas dengan UU ini dan banyak pihak yang terdampak sangat keberatan,” ungkapnya.
Namun, ia mengatakan tantangan sebuah gerakan itu memerlukan power dan endurance. “Ini kan ibarat rakyat lawan negara. Rakyat melawan rezim. Baik rezim legislatif maupun eksekutif. Ini berat sekali. Rezim memiliki berbagai perangkat untuk mendesakkan keinginannya, sementara rakyat harus mengkolaborasi gerakannya sendiri dan harus menggerakkan dengan biaya sendiri,” ujarnya.
“Inilah tantangan tersendiri, mengapa banyak kritik kebijakan terhadap penguasa itu seringkali mengalami anti klimaks. Untuk bisa melawan itu memerlukan power dan endurance. Kekuatan dan jangka waktu. Itu yang menjadi sebuah tantangan tersendiri dari gerakan-gerakan yang berlawanan dengan kebijakan zalim penguasa,” imbuhnya.
Bahayakan Indonesia
Agung mengatakan UU Omnibus Law Ciptaker ini menurut banyak pihak, membahayakan Indonesia dari berbagai aspek. “Seperti dilansir oleh banyak kalangan termasuk saya bahwa UU ini membahayakan Indonesia baik dari aspek ekonomi, sosial, lingkungan dan tata kelolanya,” tuturnya.
Pertama, bahaya secara ekonomi. Ia menilai bahwa UU Ciptaker ini sebenarnya usaha maksimal rezim dengan memaksakan investasi asing agar masuk ke negeri ini. Menurutnya, investasi asing membahayakan buat negeri ini.
“Indonesia masuk lima negara yang sangat ringkih terhadap kondisi global karena membangun negara dengan investasi asing. Itulah yang membahayakan dari aspek ekonomi dan tata kelola negara. Secara ekonomi, liberalisasi di negeri ini semakin parah. Sedangkan dari sisi tata kelola negara, negeri ini semakin tidak mandiri dalam membangun negerinya. Ini masalah pertama terkait bahaya ekonomi,” bebernya.
Kedua, bahaya sosial. Ia mengatakan dengan UU ini diharapkan akan menciptakan lapangan kerja. “Pertanyaannya, apakah ini yang diinginkan negeri ini? Paling mentok dengan adanya investasi asing itu masyarakat kita akan menjadi buruh. Buruh dengan upah murah,” ujarnya.
“Beberapa waktu lalu, ramai pembakaran pabrik Smelter Nikel milik perusahaan Cina di Konawe Utara. Salah satu faktor yang menyebabkan kemarahan itu adalah gap gaji antara pekerja Indonesia dengan pekerja asing. Ini kan persoalan sosial yang parah. Lalu, paling mentok kita hanya mendapat dana JSA yang tidak seberapa. Inipun akan menimbulkan masalah sosial yang besar. Gap sosial yang besar tentunya. Ini persoalan yang kedua,” tambahnya.
Ketiga, bahaya lingkungan. Menurutnya, investasi yang masuk didorong kuat oleh UU Ciptaker ini. “Salah satunya dengan mereduksi aspek lingkungan yakni tentang Amdal. Itu tentunya akan mengalami reduksi. Inilah titik-titik kritis dari UU ini,” ujarnya.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini, ia mendorong pada berbagai elemen gerakan untuk tidak sekadar bergerak hanya karena kebutuhan perut, atau sekadar kepentingan personal atau pribadi, kenaikan gaji dan sebagainya.
“Itu tidak masalah, tetapi menurut saya tidak bisa berhenti sampai di situ. Kita harus sampai apa yang disebut dengan perlawanan ideologi. Kita tahu apa yg dipaksakan oleh UU Omnibus Law Ciptaker ini sebenarnya adalah kapitalistik liberal. Kapitalistik liberal inilah yang membahayakan negeri ini. Namun, saat ini ideologi tersebut satu-satunya ideologi yang dianggap baik. Orang memakai kacamata kuda dalam memandang ideologi kapitalisme. Apakah kapitalisme ala liberal ataukah kapitalisme state ala Cina,” ungkapnya.
Ia menyerukan kepada berbagai elemen gerakan agar melakukan gerakan di luar kotak. “Yang perlu kita lakukan sekarang keluar kotak. Kita harus berfikir masa depan. Kita akan bisa menjadi leader di masa depan kalau kita bisa menawarkan satu sikap dan satu sistem,” ujarnya.
“Oleh karena itu, dunia ke depan akan berada pada tren perubahan sistem yaitu perubahan sistem kapitalisme menuju perubahan sistem Islam. Inilah yang akan menjadi leader di masa yang akan datang,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it