KSPI Tolak UU Cipta Kerja dan PP Turunannya

Mediaumat.news – Menyikapi pembahasan peraturan pemerintah (PP) yang merupakan turunan UU Cipta Kerja, Ketua Humas Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar S. Cahyono dengan tegas menolaknya.

“Undang-undangnya saja kami tolak, maka UU turunan dari UU Cipta Kerja ini juga kami tolak,” tegasnya dalam acara Mimbar Aspirasi Buruh: Bahaya Pembahasan PP Turunan UU Cipta Kerja tanpa Dikawal Rakyat, Ahad (14/03/2021) di kanal YouTube Silaturahmi Pekerja Buruh Rindu Surga (SPBRS).

Kahar menilai, dalam transfer ketenagakerjaan ada peraturan pemerintah yang khusus terkait aturan turunan tersebut. “Ada hal-hal yang memang secara krusial begitu merugikan kaum buruh,” ujarnya.

Ia mengambil contoh, misalnya dalam PP No. 34 tahun 2001 ini tentang penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). “Di dalam peraturan pemerintah terkait dengan penggunaan TKA itu selaras apa yang dikatakan di dalam UU Cipta Kerja, bahwa tidak ada lagi izin terkait ini. Jadi, di dalam PP ini dikatakan bahwa untuk bekerja di Indonesia maka seorang TK cukup memiliki RPTKA,” ungkapnya.

Padahal, menurutnya, RPTKA ini dulunya adalah syarat untuk mendapatkan izin. “Sekarang justru untuk bisa bekerja ke Indonesia cukup mendapatkan RPTKA kemudian bisa diajukan secara daring,” ujarnya.

Menurutnya, itu berpotensi membuat tenaga asing yang tidak memiliki keterampilan khusus (unskill) masuk secara besar-besaran ke Indonesia. “Kita belajar dari pengalaman sebelumnya, dengan adanya izin saja, itu banyak TKA unskill yang seharusnya tidak boleh bekerja di negeri ini, bisa bekerja bahkan di sektor-sektor yang bisa menggunakan tenaga kerja lokal,” tandasnya.

Selain itu, menurutnya, di dalam PP No. 34 tahun 2001 juga ada beberapa jenis pekerjaan yang tidak perlu RPTKA. “Jadi, kalau tadi kita katakan RPTKA itu lebih mudah daripada penggunaan izin, sekarang ada TKA yang boleh masuk tapi tidak menggunakan RPTKA. Kita ambil contoh, misalnya TKA untuk kegiatan yang berhenti karena kondisi darurat, kemudian untuk fokasi, untuk perusahaan rintisan atau start up yang berbasis teknologi, lalu kunjungan bisnis dan penelitian untuk jangka waktu tertentu. Kita bisa bayangkan hanya untuk sebuah kunjungan bisnis seorang TKA bisa masuk tanpa ada RPTKA,” bebernya.

Oleh sebab itu, ia sangat khawatir ke depannya akan marak tenaga kerja asing dan itu akan bersaing dengan tenaga kerja lokal asli Indonesia. “Kemudian muncul pertanyaan, kalau begitu nanti investasi untuk siapa?” pungkasnya. [] Achmad Mu’it

Share artikel ini: