Kritik Ucapan Yaqut, HILMI: Menteri Agama Cukup Menjaga Ibadah Kaum Kristiani dengan Baik

 Kritik Ucapan Yaqut, HILMI: Menteri Agama Cukup Menjaga Ibadah Kaum Kristiani dengan Baik

Mediaumat.id – Ucapan selamat Natal tahun 2021 dari seorang pejabat Muslim dalam hal ini Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas kepada umat Kristiani Indonesia sebagaimana disampaikan dalam sebuah video resmi, mendapat kritikan dari Anggota Himpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) Dr. Tb. Chaeru Nugraha, S.S., M.Hum.

“Cukup dengan menjaga bahwa mereka (kaum Kristiani) bisa beribadah dengan baik, dengan tenang, ya, ini kan sikap adil ya. Bagi pejabat itu lebih relevan daripada menyatakan kebolehan memberikan contoh yang tidak baik,” ujarnya dalam Kabar Petang: Haram Ucapan Selamat Natal! di kanal YouTube Khilafah News, Jumat (24/12/2021).

“Justru ini (ucapkan selamat Natal) akan menimbulkan perpecahan di internal kaum Muslim sendiri,” sambungnya.

Kalaupun memang ada sejumlah ulama atau tokoh masyarakat yang justru melegitimasi bolehnya kaum Muslim mengucapkan selamat Natal dengan berbagai dalih, Chaeru berharap hal itu karena kekurangcermatan saja di dalam upaya menghukumi sesuatu.

Taruhlah aspek hukmul waqi’, atau menghukumi suatu fakta termasuk tentang mengucapkan selamat Natal, terdapat istilah bahasa Arab, tahniah, yang artinya menggembirakan, membahagiakan atau menyenangkan.

Sehingga secara umum, kata Chaeru, fungsi dari tahniah adalah memberikan kegembiraan, kesenangan bahkan di dalamnya ada doa. “Dalam Mu’jam Lughat (kamus bahasa Al-Qu’ran) para fuqaha, di situ bahwa tahniah yaitu adalah (di dalamnya) ada harapan semoga orang yang diucapkan itu mendapatkan keberkahan,” tambahnya.

Sementara, lanjut Chaeru, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) maupun Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) tahun 2010 juga menyatakan, natal berarti merayakan dengan sukacita kelahiran Yesus Kristus sebagai juru selamat bagi kaum Kristiani.

Kekufuran

Di dalam Al-Qur’an tepatnya surah Maryam ayat 88-92, Allah SWT telah merekam ucapan mungkar mereka yang mengatakan bahwa Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak.

Lantaran itu, sebagaimana pula di dalam Al-Qur’an tetapi kali ini surah al-Maidah ayat 72-73 menegaskan, perkataan bahwa Allah SWT adalah Al-Masih Ibnu Maryam atau pun satu di antara yang tiga, maka sesungguhnya hal demikian adalah bentuk kekufuran.

Oleh karena itu, berdasarkan pemahaman nash yang tepat, pernyataan ucapan selamat yang berhubungan dengan Natal atau hari kelahiran Yesus Kristus sebagai Tuhan, menurut Chaeru hukumnya adalah haram. Sebab sangat bertentangan dengan keyakinan umat Islam yang meyakini Isa bin Maryam sebagai seorang nabi.

Sedangkan ayat Al-Qur’an yang mengatakan, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (QS Al-Mumtahanah: 8), menurut Chaeru, ternyata ayat ini sudah dinasakh karena turun sebelum perintah jihad.

“Imam Mawardi juga mengutip pendapat dari Said bin Zaid. Said bin Zaid itu salah seorang sahabat yang dijamin masuk surga. Luar biasa. Ini juga beliau mengatakan ayat ini sudah dinasakh,” ungkapnya.

Kalaupun memakai dalil ‘berbuat baik kepada orang-orang yang tiada memerangimu”, Chaeru mengatakan, penggunaannya tetap dalam bentuk keumumannya.

Misal, ketika seorang non-Muslim memperoleh kesuksesan dunia, kaum Muslim boleh mengucapkan selamat. Namun dalam masalah akidah dan ibadah, para alim ulama tetap tidak membolehkan, sebab terdapat dalil di antaranya surah al-Ikhlas, Al-Kafirun maupun Al-Maidah yang mentakhsis. “Jadi untuk para pejabat tidak perlu mengucapkan ucapan-ucapan kekufuran karena ini dilarang oleh Allah SWT,” tegasnya.

Westernisasi

Chaeru berpendapat, masifnya acara-acara yang bernuansa Natal dan tahun baru di setiap akhir tahun dinilainya sebagai bentuk upaya westernisasi dengan pluralisme dan Islam moderat di dalamnya.

Padahal, pluralisme berikut pemahaman yang menyebut semua agama benar telah diharamkan MUI tahun 2005. “Oleh karena itu jelas kita juga harus mensosialisasikan bahwa pluralisme beragama itu haram adanya,” tukasnya.

Apalagi melihat laju perkembangan Islam setelah hancurnya gedung WTC pada 11 September 2011, yang menurut Chaeru seolah-olah umat Islam dijadikan target musuh secara politik. Pasalnya, saat ini memang seolah-olah umat Islam menjadi target secara politik, seiring hancurnya dunia komunis. “Siapa lagi yang menjadi rival secara politik itu ya Islam itu sendiri,” timpalnya.

Belum lagi propaganda pemecah belah dengan istilah Islam radikal, fundamentalis maupun ektremis. “Di dalam Al-Qur’an (Surat Al-Baqarah:120) Allah SWT berfirman, sungguh kata Allah, orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela pada millah ataupun agama, pola pikir, pola sikap kehidupan kalian itu dengan Islam,” tutur Chaeru.

Sehingga, menurut Chaeru, informasi dari Allah SWT tersebut mengharuskan umat Islam senantiasa waspada terhadap serangan pemikiran serta budaya Barat. Di antaranya berupaya memperkuat pemikiran Islam dengan pembinaan tsaqafah Islamiah, pola sikap umat Islam dengan persaudaraan Islam, serta kepribadian dengan senantiasa berpikir dan berperilaku sesuai dengan Islam.

“Kalau misalkan umat Islam yang kuat pemikirannya berdasarkan Qur’an, berdasarkan Sunnah yang memahami Al-Qur’an dan Sunnah dengan baik dan benar, tentu serangan sekarang pemikiran itu serangan-serangan budaya itu akan mental,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *