Kritik Perspektif Islam terhadap Kurikulum Merdeka Belajar

Mediaumat.info – Pengamat Pendidikan, Dr. N. Faqih Syarif H, S.Sos.I., M.Si., menyampaikan kritik yang sering muncul dalam perspektif Islam terhadap kurikulum Merdeka Belajar.

“Ada beberapa kritik yang sering muncul di dalam perspektif Islam dari berbagai kalangan, termasuk kalangan Muslim dan para pendidik Muslim, terhadap kurikulum Merdeka Belajar ini,” ujarnya dalam Kabar Petang: SMA Merdeka tanpa Jurusan, Ide Cerdas? di kanal YouTube Khilafah News, Ahad (28/7/2024).

Pertama, tentang nilai-nilai moral dan agama. Para pengamat pendidikan Islam mengkhawatirkan kurikulum Merdeka Belajar mengurangi porsi pendidikan agama. Berdasarkan pendapat mereka pendidikan agama adalah dasar penting dalam membentuk karakter dan moral siswa.

Selanjutnya, ia menyesalkan mengenai pengurangan konten-konten agama dalam kurikulum Merdeka Belajar.

La kalau kemudian konten-konten agama atau porsi pendidikan agama dalam kurikulum Merdeka Belajar dikurangi sangat signifikan sekali, lalu bagaimana kita mau meletakkan pondasi dasar di dalam membentuk karakter dan moral itu? Dalam bahasa Islam, akidahnya lepas,” cecarnya.

Ustaz Faqih, sapaan akrabnya, juga mengkhawatirkan bahwa nilai-nilai agama di kurikulum Merdeka Belajar kurang diintegrasikan dalam semua mata pelajaran.

“Ada kekhawatiran bahwa nilai-nilai agama kurang diintegrasikan di dalam semua mata pelajaran. Mereka (para pendidik Islam) menginginkan pendekatan yang lebih holistik di mana nilai-nilai Islam harus diintegrasikan dalam setiap aspek pembelajaran,” tukasnya.

Di samping itu, jelasnya, tsaqafah Islam sama sekali tidak tampak sebagai materi esensial. Karena total jam pelajaran per tahun yang dialokasikan untuk agama Islam hanya 13%. Itu pun yang diajarkan, Islam sebagaimana perspektif Barat.

“Ini nampak sekali bahwa paradigmanya adalah sekuler,” jelasnya.

Dalam kurikulum Merdeka Belajar, sambungnya kembali, tampak dari kedudukan proyek penguatan profil Pancasila yang sejatinya adalah penguatan profil sekuler sebagai kegiatan utama kurikulum.

Menurutnya, penguatan profil Pancasila ini telah diberikan sejak SD hingga SMA melalui berbagai bentuk. “Profil penguatan Pancasila ini misalnya sudah diberikan di SD 20%, SMP 25%, SMA 30%, entah dia melalui muatan lokal ataukah tambahan atau pelajaran intrakurikuler,” bebernya.

Sebenarnya, kata Faqih, tema-tema proyek penguatan profil pelajar Pancasila dan arah pembahasannya sekuler. Karena paradigmanya adalah memisahkan agama dari kehidupan.

Terakhir, ia menilai, tujuan paradigma kurikulum Merdeka Belajar banyak konten yang menyerang Islam.

“Kalau kita perhatikan lagi, tujuan paradigma kurikulum Merdeka Belajar, ternyata banyak dari konten-konten yang menyerang Islam, misalnya: gender equality, kesehatan reproduksi yang sarat dengan muatan paham kebebasan berperilaku, dan moderasi beragama,” pungkasnya. [] Nur Salamah

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: