Kriminalisasi dan Diskriminasi Dinar Dirham, Upaya Menjauhkan Umat dari Islam

Mediaumat.news- Menanggapi kabar ditangkapnya Zaim Saidi, pendiri Pasar Muamalah Depok, oleh Bareskrim Mabes Polri karena dianggap menggelar transaksi memakai uang dinar (emas) dan dirham (perak), Advokat Ahmad Khozinudin mengatakan kasus ini adalah kriminalisasi dan diskriminasi dinar dan dirham yang bertujuan menjauhkan umat dari Islam.

“Kasus yang menjerat Zaim Saidi mengonfirmasi adanya kriminalisasi dan diskriminasi,” ujarnya kepada Mediaumat.news, Kamis (04/02/2021).

Disebut kriminalisasi, kata Ahmad, karena sejatinya transaksi dengan dinar dan dirham adalah transaksi bisnis biasa, ada barang yang diperjualbelikan, bukan penipuan. Dan dikatakan diskriminasi, karena yang ditindak oleh Bareskrim Polri hanya Pasar Muamalah yang menggunakan alat pembayaran dinar dan dirham.

Tapi menurut Ahmad Khozinudin, Pasar Gemblung di Magelang yang mewajibkan pengunjung bertransaksi dengan mata uang Geblo, Food Court Eat n Eat di sejumlah mal yang bertransaksi dengan kartu, transaksi pembayaran tol dan transaksi online atau offline yang menggunakan e money seperti OVO, Go-Pay, LinkAja, Flazz, Brizzi dan lain-lain tidak pernah dipersoalkan secara hukum. Padahal Pasar Muamalah dengan dinar dirham juga bukan kejahatan, melainkan sebuah transaksi bisnis yang berlaku pada suatu komunitas.

Ia menyebut, terkait alat pembayaran yang disediakan bagi pelanggan Pasar Muamalah adalah alat pembayaran berupa dinar dan dirham yang bisa dibeli dengan rupiah. Artinya, secara tidak langsung Pasar Muamalah di Depok tersebut tetap menerima rupiah dalam transaksinya namun harus dikonversi terlebih dahulu menjadi koin dinar dan dirham. Ini hanyalah transaksi bisnis biasa, hanya dengan sedikit modifikasi menggunakan media dinar dan dirham.

“Pasar Muamalah ini secara substansi tidak ada bedanya dengan pasar Gemblung di Magelang, Food Court Eat n Eat di sejumlah Mal, transaksi pembayaran tol dan transaksi online atau offline yang menggunakan e money. Anda pergi ke komunis bisnis ini, bukan berarti rupiah tidak laku, ditolak, tetapi rupiah Anda harus dikonversi terlebih dahulu.” Tuturnya.

Upaya Menjauhkan

Ahmad Khozinudin menilai, dinar dan dirham adalah mata uang Islam yang terbuat dari emas dan perak, yang memiliki nilai intrinsik dan diberlakukan pada periode kekuasaan Rasulullah SAW di Madinah, pada Era Kekhilafahan Kulafaur Radlsyidin, Bani Umayyah, Bani Abbasiyah hingga Turki Utsmani.

Ia berpendapat, narasi yang berkembang terkait kasus ini, justru anggapan komunitas Pasar Muamalah terafiliasi dengan gerakan yang memiliki ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Ini adalah kebijakan anti Islam. Selama ini, setiap hal yang terkait dengan Islam dituding anti Pancasila. Dari syariah, khilafah, liwa dan rayah, dan hari ini dinar dan dirham yang dikriminalisasi.

“Patut diduga, melalui kasus ini umat ingin dijauhkan dengan segala hal yang bernuansa Islam,” ungkapnya.

Terakhir ia mengingatkan, dinar dirham merupakan mata uang yang kuat, anti devaluasi (inflasi dan devlasi) karena terbuat dari bahan baku yang bernilai. Namun, penerapan penggunaan mata uang ini memang menjadi kewajiban khilafah, bukan individu, komunitas atau jamaah.

“Melalui kasus ini, kaum Muslimin wajib sadar bahwa mau tidak mau memang harus memperjuangkan khilafah. Sebab, tanpa khilafah banyak syariah Islam terbengkalai. Jika individu atau jamaah menerapkan syariah dalam lingkup komunitas, akan rawan dikriminalisasi seperti kasus yang dialami oleh Zaim Saidi ini,” pungkasnya.[] Agung Sumartono

Share artikel ini: