KPK Setop Kasus BLBI, Aktivis 98: Ini Ketidakadilan yang Nyata

 KPK Setop Kasus BLBI, Aktivis 98: Ini Ketidakadilan yang Nyata

Mediaumat.news – Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghentikan pengusutan kasus tindak pidana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka Sjamsul Nursalim (SN) dan istrinya, Itjih Samsul Nursalim (ISN), yang dituangkan dalam surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dinilai sebagai sebuah ketidakadilan yang nyata.

“Kasus SP3 terhadap Kasus BLBI Samsul Nursalim dan istrinya ini sebuah ketidakadilan yang dipertontonkan sangat jelas di depan mata,” tutur Aktivis ‘98 Agung Wisnuwardana kepada Mediaumat.news, Jumat (2/4/2021).

Agung menilai, penghentian kasus ini menunjukkan sangat kentalnya oligarki mempengaruhi KPK. “Bagaimana mungkin kerugian negara hampir 4,5 triliun dengan alasan drama yang begitu rupa dan sekian lama kemudian dihapuskan sedemikian rupa,” ujarnya.

Meskipun KPK beralasan bahwa ini sesuai dengan pasal 40 UU KPK, namun Agung berpendapat, justru hal ini semakin menunjukkan revisi UU KPK itu memberikan perlindungan kepada para oligarki.

“Ini semakin menunjukkan bahwa rezim Jokowi dengan revisi UU KPK itu memberikan perlindungan yang sangat jelas kepada penggarong-penggarong uang rakyat dan seenaknya sendiri. Bagaimana Anda bisa bayangkan sekian lama padahal dia tinggal di Singapura. Tidak bisa dihadirkan. Ini kan berarti negara kalah dengan oligarki,” tegasnya.

Ia menilai, penghentian kasus ini sebuah pengkhianatan yang luar biasa. “Anda bisa bayangkan, bagaimana mereka yang dagang dan rugi kemudian di-bailout oleh negara dengan BLBI. Ternyata bailout itu dimakan juga oleh mereka,” ungkapnya.

Menurutnya, tidak layak rezim negeri ini bertindak secara tidak adil seperti ini. “Ini semakin menunjukkan bahwa rezim negeri ini begitu melindungi para oligarki dengan tameng UU dan kita perlu tahu juga bagaimana negeri ini betul-betul dicengkeram oleh oligarki,” tuturnya.

Sistem yang model seperti inilah, yang ia sebut sebagai sistem kapitalisme. “Tidak layak ada di negeri ini,” pungkasnya. [] Achmad Mu’it

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *