KPK Sebut 95 Persen LHKPN Tidak Akurat, Analis: Penyelenggara Negara Tidak Jujur

Mediaumat.news – Temuan KPK yang menyebut dari 1.665 Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sejak 2018 sampai 2020, 95 persennya tidak akurat alias banyak pejabat negara yang menyembunyikan harta dinilai Analis Senior PKAD Fajar Kurniawan menunjukkan para penyelenggara negara ini ternyata orang yang tidak jujur.

“Ini menunjukkan ternyata para penyelenggara negara ini orang yang tidak jujur,” tuturnya kepada Mediaumat.news, Senin (13/9/2021).

Menurutnya, inilah karakter asli dari para penyelenggara negara. “Kalau sudah tahu membuat LHKPN itu adalah sebuah kewajiban, harusnya dia segera memenuhi kewajibannya itu dan melaporkan apa yang dia miliki,” ujarnya.

Fajar menilai seharusnya para penyelenggara negara bercermin dari sifat Rasulullah yakni shiddiq dan amanah. “Shiddiq itu jujur, yang kedua amanah itu bisa dipercaya. Nah, ini yang minus dari penyelenggara kita hari ini. Jadi selain tidak jujur, dia juga tidak amanah. Tidak jujurnya karena dia memanipulasi secara sengaja terkait LHKPN. Itu kan menurut saya, cacat moral. Yang kedua dia seharusnya amanah. Penyelenggara negara itu mestinya orang yang dapat dipercaya. Dia layak dijadikan contoh masyarakat,” jelasnya.

Menurut Fajar, kalau dia sudah tidak dapat dipercaya artinya dia tidak layak dijadikan pejabat negara. “Wong terhadap dirinya sendiri saja dia tidak dapat dipercaya artinya melaporkan apa yang dia miliki saja dia tidak bisa dipercaya, tidak jujur, apalagi diserahi tanggung jawab untuk mengurus urusan rakyat,” imbuhnya.

Ia menilai temuan KPK ini semakin menegaskan bahwa penyelenggara negara ini memang tidak layak dijadikan panutan rakyat. “Dan semakin membuktikan para penyelenggara negara ini tidak berkualitas. Tidak mempunyai sifat shiddiq dan amanah,” tandasnya.

Tidak Teliti dan Disengaja

Fajar mengungkap motif para penyelenggara menyembunyikan harta kekayaannya. “Bisa jadi dia tidak teliti. Kadang yang menyiapkan LHKPN barangkali adalah stafnya atau sekretarisnya,” ujarnya.

Tapi menurutnya, ini suatu tindakan yang bodoh kalau para penyelenggara negara ini tidak teliti. “Artinya dia lalai karena kebodohannya sehingga tidak akurat dalam melaporkan,” tegasnya.

Selain tidak teliti, motif lain, menurut Fajar, adalah memang sengaja menyembunyikan. “Agar tidak diketahui selama dia menjadi penyelenggara negara itu mengalami pertambahan harta yang banyak,” ungkapnya.

Ia menduga, ada niat buruk atau niat jahat terhadap negara ini. “Bisa jadi pada hartanya itu, ada harta yang bukan haknya. Harta hasil korupsi, pungli, merampas hak orang lain, setoran dari bawahannya atau macam-macam. Kalau dia penyelenggara negara itu jujur, ngapain harus ditutupi?” katanya.

Menurutnya, motif buruk ini timbul karena para penyelenggara negara ingin memperkaya dirinya sendiri. “Dalam sistem yang high cost ini, motif buruknya memang untuk memperkaya dirinya sendiri,” ujarnya.

Sistem Bermasalah

Fajar menilai selain penyelenggara negara, sistem yang saat ini diterapkan memang bermasalah. “Katakanlah kalau dari 100 persen itu hanya 5 persen yang menyembunyikan itu berarti personilnya yang bermasalah. Tapi ini 95 persen itu menyembunyikan harta kekayaannya. Berarti tidak jujur,” ungkapnya.

Ia melihat hal ini sudah menjadi gejala umum atau sudah hal yang lumrah. “Kalau sudah seperti ini, berarti ini bukan gejala personal tapi ini sudah menjadi wabah rusaknya moral penyelenggara negara. Kalau sudah wabah, berarti memang ada sistem yang tidak beres,” tegasnya.

Menurutnya, kalau sistem itu beres, sistem itu akan mencegah orang berbuat mungkar, kecuali sedikit saja orang yang khilaf berbuat maksiat. “Tapi ini yang terjadi 95 persen. Berarti hanya 5 persen orang bertindak dan bekerja dengan benar, sementara yang 95 persen para penjahat dan penggarong uang rakyat,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini: