KPAU: Wajah Hukum Indonesia Sadis dan Brutal

 KPAU: Wajah Hukum Indonesia Sadis dan Brutal

Mediaumat.id – Ketua Koalisi Persaudaraan Advokasi Umat (KPAU) Ahmad Khozinudin menilai wajah hukum Indonesia sadis dan brutal.

“Wajah hukum kita ini kondisinya sadis dan brutal. Sadis terhadap korban yang disasar, brutal itu prosesnya,” tuturnya, di acara FGD online #42 PKAD: Kriminalisasi Ulama, Penistaan Agama dan Pembantaian 6 Syuhada, Sabtu (15/01/2022) di kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data.

Menurutnya, pakem-pakem proses penegakan hukum, asas-asas hukum, dan mekanisme role dari criminal justice system itu enggak jalan. “Semua suka-suka penguasa. Kalau ada statement bahwa ini penegakan hukum, ya cover-nya penegakan hukum tapi substansinya adalah represi penguasa yang menggunakan sarana hukum,” ungkapnya.

Ia menilai, kalau pasal yang digunakan untuk melakukan proses hukum para aktivis dan ulama yaitu pasal 27 ayat 3, pasal 28 ayat 3, UU ITE, pasal 14 dan 15, UU No 1 tahun 1946 plus UU terorisme entah pasal 15, pasal 59 termasuk kriminalisasi.

“Pasal-pasal itu, digunakan secara sepihak dengan tafsiran penguasa yang punya otoritas kewenangan untuk melakukan kriminalisasi dengan proses yang begitu brutal dan korbannya diperlakukan secara sadis,” bebernya.

Ahmad memberikan contoh bagaimana penangkapan Habib Bahar bin Smith yang sadis. Sampai mendatangkan tentara serta mengultimatum.

“Dari sisi asas, kalau kita bicara equality before the law, seharusnya yang ditangkap itu ya pejabat yang dikantongnya ada 11 ribu triliun. Tapi kan faktanya tidak. Padahal konstitusi kita mengatakan semua warga berkesamaan kedudukannya di hadapan hukum,” paparnya.

Dari sisi pakem, tutur Ahmad, pakem-pakem itu sudah disepakati dan diuji secara ilmiah melalui ahli-ahli yang kemudian dituangkan dalam sebuah undang-undang, pasal-pasal tentang proses di KUHP. “Itu sudah diatur,” tegasnya.

Tapi dalam kenyataannya, Ahmad menilai bahwa para aktivis dan ulama, mereka diteror dengan narasi, baik melalui pintu JI (Jamaah Islamiyyah) atau pendirian negara khilafah, tidak dengan pakem yang benar.

“Seolah-olah segala hal yang berkaitan dengan JI itu sudah layak diteroriskan dan langsung dianggap penjahat. Padahal belum ada putusan peradilan tentang JI,” kesalnya.

Pun demikian dengan khilafah, Ahmad mengatakan bahwa khilafah itu ajaran Islam. Dalam fatwa MUI 2021 lalu tegas dikatakan bahwa jihad dan khilafah ajaran Islam. Bahkan ada seruan dari MUI kepada pemerintah dan masyarakat untuk tidak mendiskreditkan khilafah. “Tapi segala hal yang berkaitan dengan khilafah lalu sah dianggap menjadi penjahat. Ini kan ngawur,” ujarnya.

Ahmad menjelaskan alasan para pejuang khilafah dan para ulama sering dikriminalisasi. “Kalau nekuk aktivis partai politik cara nekuknya gampang, kasih jabatan pasti diam. Cara nekuk aktivis nasionalis yang cari duit juga gampang, kasih jabatan sebagai komisaris, atau staf presiden diam. Tapi aktivis dakwah dan ulama, mereka ada di barisan yang mempersoalkan kezaliman rezim, membongkar makar rezim demi kepentingan umat. Inilah mengapa mereka dikriminalisasi,” terangnya.

“Aktivis dakwah ini, mereka mengkritik penguasa bukan bismilah supaya dapat duit, bukan, tapi mereka mengkritik benar-benar demi umat, karena perintah agama untuk amar makruf nahi mungkar. Karena mereka yakin kalau mereka diam di tengah kezaliman, ini dosa,” jelasnya.

Ahmad memberikan alasan represi tidak diarahkan pada politisi, tapi pada aktivis dakwah dan ulama. “Ini adalah cara rezim untuk membungkam, karena kebenaran yang memiliki legitimasi besar itu adalah kebenaran yang disampaikan oleh aktivis atau ulama bukan oleh partai,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *