KPAU: Penerapan Syariat Islam Kaffah Butuh Negara

 KPAU: Penerapan Syariat Islam Kaffah Butuh Negara

Mediaumat.id – Ketua Koalisi Persaudaraan Advokasi Umat (KPAU) Ahmad Khozinudin, S. H. mengatakan bahwa penerapan syariat Islam secara kaffah butuh negara Islam.

“Penerapan syariat Islam itu harus diawali dengan penegakkan negara Islam, penegakkan negara khilafah. Tanpa ada negara khilafah hudud enggak bisa ditegakkan. Rasulullah SAW menegakkan hukum Islam di Madinah itu setelah Rasulullah SAW memiliki negara,” ungkapnya dalam acara Perspektif PKAD: Kasus Hukum Ferdy Sambo, Problem dan Solusinya Menurut Islam, Ahad (14/08/2022) di YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data.

Maka, lanjut Ahmad, kata kuncinya adalah perjuangan untuk menegakkan hudud, qisas, diyat, ta’zir adalah perjuangan menegakkan khilafah sebagai instrumen atau institusi yang akan menegakkan syariat Islam secara kaffah.

“Kuncinya di mana? Di adopsi konstitusinya. Makanya, di undang-undang dasarnya rancangan konstitusinya itu harus termaktub bahwa negara mengadopsi hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunah beserta apa yang ditunjuk dari keduanya yaitu ijma sahabat dan qiyas,” tegasnya.

Hukum-hukum Islam, menurut dia, selama ini juga dibahas di pondok-pondok pesantren tetapi tidak bisa diterapkan. Karena thariqah atau metode operasional untuk menegakkan hukum Islam itu harus dengan negara.

Ia juga menuturkan, ada yang berusaha untuk menerapkan syariat Islam meskipun masih dalam bingkai demokrasi. Kemudian merancang KUHP pidana Islam, merancang hukum acara islami.

“Nah, itu karena tidak paham dan saya pernah diskusi ketika kita sedang konsisten memperjuangkan syariat Islam. Ada yang kemudian berkata, ‘Lho kalau memang saya harus memperjuangkan syariat Islam mana rancangan KUHP Islam?’ ” gumamnya.

Dia pun menjabarkan jikalau syariat Islam ditegakkan, enggak perlu KUHP membentuk pasal-pasal baru. Cukup konstitusi negara mengadopsi bahwa sumber hukum Islam itu adalah Al-Qur’an, sunah serta apa yang ditunjuk oleh keduanya yaitu ijma sahabat dan qiyas.

“Karena penerapan syariat Islam secara menyeluruh, komprehensif atau dengan istilah lain disebut dengan penerapan syariat Islam secara kaffah itu sudah lama berlalu. Sudah lebih dari 100 tahun yang lalu. Maka gambaran tentang penerapan syariat Islam dalam kehidupan memang sudah jauh, sehingga sudah kabur dari benak kaum Muslim,” cetusnya.

Sehingga, menurut dia wajar jika mereka mencoba memahami syariat Islam itu dengan perspektif mereka dan dikaitkan dengan sistem existhing (sistem yang ada).

Padahal, imbuh dia, seluruh ayat-ayat Al-Qur’an itu sudah menjadi undang-undang. Jadi tidak perlu mengadopsi KUHP baru. Maka seluruh hadits-hadits dari riwayat para imam yang ada itu menjadi undang-undang.

“Seluruh pendapat imam mazab itu menjadi doktrin penting untuk menafsirkan undang-undang. Mazab Maliki, Hambali, Syafi’i itu menjadi pemandu bagaimana kita menafsirkan, menerapkan Al-Qur’an dan sunah,” ujarnya.

Realisasi penerapan syariat Islam, beber dia, tidak bisa mencontoh Arab Saudi, Yaman termasuk Iran karena mereka tidak mempraktikkan hukum Islam.

“Contoh realisasinya kita rujuk kembali kepada era Rasulullah SAW dan para sahabat. Misalkan dalam kasus perzinaan. Bagaimana hukum acara untuk mengadili perzinahan? Ya tadi, datang orang yang berzina atau dihadirkan kemudian dia ngaku atau enggak? Kalau dia ngaku selesai. Tetapi Kalau dia enggak ngaku, enggak bisa,” lugas dia.

Ada hal menarik menurutnya, pada sistem Islam sehingga membuat orang mau mengaku telah berzina.

“Nah kenapa orang mau ngaku zina? Karena tadi ada ketaatan individu dari rakyat yang mereka merasa bahwa di akhirat adalah kehidupan yang sesungguhnya. Dan mereka tidak ingin mampir di neraka karena zina, ingin dibersihkan di dunia,” pungkasnya.[] Heni

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *