Mediaumat.id – Koordinator Pelaporan Bela Islam (Korlabi) Damai Hari Lubis menegaskan terlalu permatur menghukum Rocky Gerung (RG) dalam kasus “Jokowi Bajingan Tolol”.
“Prematur menghukum Rocky Gerung dan Pegiat Hukum dan HAM,” ujarnya kepada Mediaumat.id, Jumat (11/8/2023).
Menurutnya, ada hal yang lebih utama yang bisa dilakukan penyidik dalam rangka penanganan para aktivis hukum dan HAM agar tidak malpraktik dalam penegakan hukum terhadap RG.
“Oleh sebab yang sebenar-benarnya, RG dan para aktivis giat juang lainnya sarat persyaratan tentang hak-hak hukum, yakni terkait fungsi hukumnya sebagai WNI yang pelaksanaan peran-peran dimaksud sudah difasilitasi oleh sistem hukum yang terdapat di banyak undang-undang yang berlaku positif atau hukum yang harus berlaku di negara ini,” bebernya.
Damai beralasan bahwa apa yang dilakukan RG memiliki legal standing (locus standing) selaku pribadi WNI yang beralaskan UUD 1945, dan RG memiliki banyak rujukan asas legalitas, yakni UU No. 9 Tahun 1998, UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 108 KUHAP, Asas-Asas tentang Good Governance, dan UU Keterbukaan Informasi Publik, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, UU. NO. 11. Tahun 2021 (Tentang Kejaksaan RI) serta terdapat pada TAP MPR RI No. 6 Tahun 2001.
“Banyak lagi peran serta masyarakat yang dimintakan oleh hukum positif (ius konstitum). Hanya BW atau KUHPerdata yang tidak memuat tentang peran serta masyarakat,” katanya.
Sehingga langkah utama yang harus lebih dulu dibuktikan oleh penyidik terkait “Jokowi Bajingan Tolol”, kata Damai, jika ingin menetapkan RG sebagai tersangka, maka penyidik selain mesti memiliki sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang cukup, juga mesti ada pra penyidikan atau kajian hukum pada tingkat penyelidikan.
“Untuk pendalaman dan mendapatkan hasil pendalaman daripada fungsi peran masyarakat sebagai legal standing,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it