Kontroversi Candaan ‘Goblok’ Gus Miftah, Pakar Sebut 6 Syarat Bersenda Gurau yang Dibolehkan Islam
Mediaumat.info – Di tengah kontroversi tentang Gus Miftah yang mengaku bercanda dengan mengatakan ‘goblok’ kepada seorang penjual es teh, Pakar Fikih Kontemporer sekaligus Founder Institut Muamalah Indonesia KH Muhammad Shiddiq al-Jawi memaparkan, setidaknya enam batasan bercanda atau bersenda gurau yang dibolehkan dalam Islam.
“Berikut ini akan dijelaskan penjelasan syarat-syaratnya,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima media-umat.info, Sabtu (7/12/2024).
Sekadar ditambahkan, tulisan Kiai Shiddiq dimaksud telah rilis Jumat (6/12/2024) sekitar pukul 10:30 WIB, sebelum pengunduran diri Miftah sebagai utusan Khusus Presiden di hari yang sama sekitar jam 13:30 WIB.
Terlepas itu, tulis Kiai Shiddiq lebih lanjut, untuk batasan pertama, Allah SWT melarang mengolok-olok atau bersenda gurau dengan mempermainkan ajaran Islam. Perkara ini termaktub di dalam QS at-Taubah ayat 65-66:
“Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, mereka pasti akan menjawab, ‘Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.’ Katakanlah, ‘Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak perlu kamu membuat-buat alasan karena kamu telah kufur sesudah beriman.”
Kedua, masih bersandar ayat Al-Qur’an, namun kali ini surah al-Hujurat: 11, Islam membolehkan candaan yang tidak mengejek atau menyakiti orang lain:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok).”
Ketiga, candaan yang tidak mengandung kebohongan, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS al-Ahzab: 70-71, yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar. Niscaya Dia (Allah) akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, sungguh, dia menang dengan kemenangan yang besar.”
Keempat, candaan dengan tidak menggunjing (ghibah). Ketentuan ini didasarkan pada QS. Al-Hujurat: 12, yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik.”
Berikutnya batasan kelima, Islam membolehkan candaan yang tidak mengandung kecabulan (rafats) yang pula berarti tak memuat materi atau tindakan yang menyinggung moralitas dan melanggar norma kesusilaan, dalam hal ini candaan porno.
Batasan ini didasarkan pada QS. An-Nisa’: 148, yang artinya: “Allah tidak menyukai perkataan buruk, (yang diucapkan) secara terus terang kecuali oleh orang yang dizalimi. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
Lantas terkait batasan keenam, candaan yang dibolehkan Islam adalah yang tidak berakibat melalaikan kewajiban dan menjerumuskan kepada keharaman.
Firman Allah SWT, “Itulah batas-batas (ketentuan) Allah, janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar batas- batas (ketentuan) Allah, mereka itulah orang-orang zalim” (QS al-Baqarah: 229).
Karenanya, perkataan yang diakui Miftah sebagai candaan itu tak memenuhi syarat-syarat atau batasan kebolehan tersebut. Pasalnya, kata Kiai Shiddiq menganalisis, kata ‘goblok’ yang dilontarkan kepada penjual es teh tergolong kasar dan hinaan yang menyakiti hati.
Terlebih, menurut Kiai Shiddiq, candaan Miftah telah melanggar QS al-Hujurat: 11 yang pada dasarnya melarang candaan berupa olok-olok atau hinaan yang menyakitkan hati orang lain.
Tak Pantas Dibela
Karenanya pula, tak pantas candaan tersebut mendapatkan pembelaan. “Tidak pantas sama sekali mendapat pembelaan,” tegas Kiai Shiddiq, sebab candaan tersebut bukan termasuk yang mubah atau diperbolehkan dalam Islam.
Lebih jauh, Miftah juga dinilai telah melakukan dosa di sisi Allah SWT. “Miftah berarti telah berdosa di sisi Allah SWT serta layak mendapat azab yang pedih dari Allah Azza wa Jalla,” sebutnya.
Sehingga wajib pula hukumnya taubatan nasuha dan berazam atau bertekad kuat tidak akan mengulangi lagi ucapan-ucapan kasarnya itu di masa depan.
Namun, dari semua analisis tersebut, Kiai Shiddiq menyimpulkan bahwa selain pengertian bercanda yang seharusnya menciptakan kegembiraan bagi orang lain, hukum bercanda yang asalnya mubah bisa menjadi sunnah jika bertujuan untuk merealisasikan kebaikan, atau untuk menghibur lawan bicara, atau untuk mencairkan suasana.
Pun, agar candaan tetap dalam koridor yang halal secara syariah, wajib memperhatikan batasan-batasan yang telah dipaparkan sebelumnya. “Wajib diperhatikan syarat-syarat atau batasan-batasannya,” pungkasnya.[] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat