KontraS: Rezim Jokowi Gagal Total Jalankan Amanat Reformasi

 KontraS: Rezim Jokowi Gagal Total Jalankan Amanat Reformasi

Mediaumat.info – Bertepatan dengan momentum Peringatan 26 Tahun Reformasi, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai rezim Jokowi telah gagal total dalam menjalankan amanat reformasi.

“Kami menilai bahwa pemerintah khususnya di bawah rezim Presiden Joko Widodo telah gagal total dalam menjalankan amanat reformasi,” demikian pers rilis KontraS, yang diterima media-umat.info, Selasa (21/5/2024)

Dengan kata lain, meski pemerintah telah menjalankan amandemen konstitusi, tujuan dari amanat reformasi yang menghendaki Indonesia keluar dari bentuk pemerintahan otoriter justru tidak tercapai.

Sebutlah di antaranya seruan tegakkan supremasi hukum, hapus praktik KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), serta adili penjahat Orde Baru belum mampu dijalankan walau rezim kepemimpinan silih berganti.

“Orde Baru sebagai rezim telah berakhir, namun praktik buruk dari Orde Baru ‘warisan’ masih terus berlangsung,” ujarnya.

Terbaru, pemerintah bersama dengan DPR justru melakukan pembahasan terkait dengan Revisi Undang-Undang (RUU) TNI, Polri, dan Penyiaran yang isinya, menurut KontraS, jauh dari semangat reformasi.

Dalam RUU TNI, KontraS melihat substansi perubahan yang diusulkan oleh pemerintah bukannya memperkuat agenda reformasi TNI yang telah dijalankan sejak tahun 1998, tetapi malah sebaliknya. Seperti perluasan fungsi TNI selain untuk pertahanan negara, pencabutan kewenangan Presiden untuk pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI, perluasan dan penambahan jenis Operasi Militer Selain Perang (OMSP), serta perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh perwira TNI aktif.

Belum lagi usulan perubahan tentang penguatan impunitas anggota militer yang melakukan tindak pidana umum, serta perubahan mekanisme anggaran pertahanan dan sebelumnya dari Panglima TNI ke Menteri Pertahanan (Menhan) beralih ke Menteri Keuangan (Menkeu).

“Perubahan ini menunjukan akan ada pos anggaran baru bagi TNI di luar anggaran pertahanan. Hak ini akan membuka ruang anggaran non-budgeter yang dulu pernah ada dan dihapuskan karena rawan terjadinya penyimpangan,” papar KontraS.

Kemunduran tersebut tampak pula dalam RUU Polri. “Rancangan ini memuat sejumlah pasal yang memperluas kewenangan kepolisian serta membuka ruang bagi perpanjangan batas usia pensiun bagi anggota Polri,” tambahnya lebih lanjut.

Sementara, masih menurut KontraS, proses perumusan dan pembahasannya yang minim partisipasi dan substansi dalam rancangan tersebut, juga dipandang tidak akan bisa menyelesaikan masalah institusional kepolisian.

Sebut saja usulan dinaikkannya usia pensiun, dikhawatirkan berpengaruh pada proses regenerasi dalam internal kepolisian namun tidak menyelesaikan masalah penumpukan jumlah perwira tinggi dan menengah dalam internal Polri.

Untuk itu KontraS berharap selain melakukan evaluasi serta meninjau ulang beberapa perubahan dalam RUU Kepolisian, khususnya pasal-pasal yang memperluas kewenangan, agenda penyusunan RUU Kepolisian dilakukan lebih partisipatif dengan melibatkan unsur masyarakat sipil, akademisi dan lainnya.

Berikutnya, dalam RUU Penyiaran, berbagai organisasi masyarakat sipil turut menilai bahwa revisi tersebut secara nyata membatasi kerja-kerja jurnalistik.

“Dalam hal ini Pemerintah kembali berniat untuk melakukan kendali berlebih (overcontrolling) terhadap ruang gerak warga negara,” kata KontraS, yang berarti tak hanya berdampak pada pelanggaran terhadap hak atas kemerdekaan pers, tetapi juga pelanggaran hak publik atas informasi.

Niretika

Tak hanya itu, gagal total agenda reformasi juga dapat dilihat dari proses pemilihan umum presiden dan wakil presiden yang sarat akan permasalahan. Mulai dari Putusan MK No. 90/2023 yang dinyatakan melanggar etik hingga berbagai perbuatan melanggar etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu

Bahkan Ketua KPU sendiri telah dinyatakan melanggar etik sebanyak empat kali oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Menurut KontraS, hal ini menunjukkan, bahkan pemilu yang merupakan pengejawantahan dari prinsip kedaulatan rakyat dan perwujudan dari cita-cita reformasi kini telah kehilangan marwahnya akibat berbagai perilaku culas dan rangkaian pelanggaran etika yang terjadi.

Ditambah, terpilihnya Prabowo Subianto, terduga pelaku pelanggaran HAM berat pada Peristiwa Penghilangan Paksa dan Mei 1998 sebagai presiden terpilih, menunjukkan salah satu agenda reformasi memandatkan Soeharto dan kroninya diadili telah sepenuhnya gagal dan kultur impunitas masih dipertahankan.

Kultur impunitas sendiri bahkan menjadi semakin nyata tatkala berbagai pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan yang terjadi melalui berbagai proyek developmentalis pemerintah yang dibalut istilah ‘Proyek Strategis Nasional’ dan ‘Objek Vital Nasional’ terus dibiarkan.

Tak ayal di saat yang sama, berbagai kelompok masyarakat khususnya masyarakat adat menjadi korban. Kasus di Rempang, Kepulauan Riau dan Poco Leok, Nusa Tenggara Timur, di antara sekian banyak contoh nyatanya.

Malahan, berbagai peraturan perundang-undangan semacam UU Cipta Kerja, UU Minerba, hingga berbagai peraturan pemerintah dan peraturan presiden justru dibuat untuk melanggengkan ‘pembangunan dan investasi’ namun jarang mendengarkan aspirasi masyarakat dan dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Celakanya, kembali KontraS menyampaikan, dengan mengatasnamakan pembangunan dan investasi, hak masyarakat dirampas dan kerusakan lingkungan hidup terjadi dengan cukup masif.

Pun demikian kelompok dan individu yang berjuang demi lingkungan hidup yang sehat, kerap menjadi korban ‘kriminalisasi’, seperti dalam Kasus Tiga Petani Pakel dan Daniel Frits Maurits Tangkilisan yang menjadi contoh mudahnya hukum dan aturan pidana digunakan untuk menjerat masyarakat yang kritis terhadap pemerintah.

Artinya, semua ini menunjukkan betapa supremasi hukum terkesan ‘tak berdaya’ mengatasi kesewenang-wenangan kekuasaan, dan bahwa praktik Orde Baru tampak mewujud kembali.

“Kini, watak otoritarian Orde Baru tak malu-malu lagi menampakkan diri, kekerasan terus terjadi, mantan menantu Soeharto menjadi Presiden terpilih dan praktik KKN merebak kembali,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *