Mediaumat.info – Keputusan presiden (Keppres) terkait penganugerahan pangkat Jenderal TNI Kehormatan kepada Prabowo Subianto dinilai bertentangan dengan UU tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) sendiri.
Hal ini dipaparkan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dalam siaran persnya, Cabut Keputusan Presiden Pangkat Jenderal Kehormatan dan Penuhi Hak Korban, Senin (25/3/2024).
Menurut KontraS, Seharusnya keppres ini sesuai dengan UU 34/2004 tentang TNI yang mengatur lebih spesifik mengenai postur, organisasi, struktur, tugas pokok, dan kewenangan TNI, termasuk di dalamnya mengenai pangkat dan kenaikan pangkat.
Artinya, jika merujuk UU tersebut, pangkat dalam TNI hanya dapat diberikan kepada prajurit atau kepada warga negara yang diperlukan dan bersedia menjalankan tugas jabatan keprajuritan tertentu di lingkungan TNI (tituler) sebagaimana diatur pada ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang TNI.
Seperti diberitakan sebelumnya, pada 28 Februari 2024, Presiden Joko Widodo telah menganugerahi pangkat kehormatan Jenderal TNI kepada Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto, melalui Keppres 13/TNI/2024.
Sementara, penganugerahan pangkat kehormatan yang diklaim atas usulan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto ini, dalam keterangannya, didasarkan pada Pasal 33 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Namun di saat yang sama, ungkap KontraS, apabila merujuk pada informasi yang diterima dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kementerian Sekretariat Negara RI melalui surat jawaban permohonan informasi publik Nomor B-20/S/Humas/HM.00.00/03/2024 tertanggal 18 Maret 2024, ditemukan fakta bahwa penganugerahan pangkat tersebut bukan merupakan bagian dari Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan sebagaimana pernyataan Panglima TNI selaku pemberi usul.
Tak ayal, hal ini pun secara tidak langsung menimbulkan ketidakpastian hukum. “Ketidaksesuaian informasi ini menimbulkan ketidakpastian hukum mengenai dasar hukum pemberian pangkat Jenderal TNI Kehormatan kepada Prabowo Subianto,” kata KontraS.
Sekadar diketahui, berdasarkan Keppres 62/ABRI/1998, Prabowo Subianto diberhentikan dari dinas keprajuritan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dengan hak pensiun pada akhir November 1998. Sejak saat itu, Prabowo Subianto telah menjadi purnawirawan.
Dengan kata lain, Keppres 13/TNI/2024 tentang Penganugerahan Pangkat Jenderal TNI Kehormatan kepada Prabowo Subianto, tidak sesuai dengan ketentuan UU TNI sendiri, yang hanya berlaku untuk prajurit TNI yang masih aktif.
Selain itu, kata KontraS menambahkan, di dalam UU TNI juga tidak terdapat frasa ‘pangkat secara istimewa’, melainkan frasa ‘pangkat penghargaan’.
Bahkan, berdasarkan prinsip yang sama, aturan pemberian pangkat penghargaan juga hanya mengatur mengenai pemberian kenaikan pangkat penghargaan diberikan kepada prajurit TNI menjelang akhir dinas keprajuritan.
Pasalnya, prajurit TNI dimaksud telah melaksanakan pengabdian secara sempurna dan tanpa terputus dengan dedikasi dan prestasi kerja yang tinggi sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 27 ayat (2) huruf b.
Lebih lanjut, pengaturan teknis mengenai pangkat penghargaan melalui PP 39/2010 tentang Administrasi Prajurit TNI melalui penjelasan Pasal 27 ayat (2) huruf b tersebut, pada intinya menjelaskan bahwa kenaikan pangkat penghargaan paling cepat 3 (tiga) bulan dan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum pensiun.
Sedangkan Prabowo Subianto, jelas KontraS, sejak November 1998 telah menjadi purnawirawan akibat diberhentikan dari dinas keprajuritan berdasarkan Keppres RI 62/ABRI/1998, karena keterlibatannya dalam sejumlah pelanggaran maupun kejahatan seperti kasus penghilangan orang secara paksa 1997-1998. [] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat