Mediaumat.info – Terlepas dampak baik atau buruknya dari sistem ekonomi jalan tengah yang bakal diambil dan diterapkan pemerintahan Prabowo-Gibran, ada sejumlah alasan kuat negeri ini harus menjadikan Islam sebagai dasar dari semua peraturan.
“Bila mau dipikirkan dengan serius, ada sejumlah alasan kuat mengapa harus menjadikan Islam sebagai aturan kehidupan,” ujar Direktur Siyasah Institute Iwan Januar kepada media-umat.info, Selasa (29/10/2024).
Pertama, tuntutan keimanan terhadap Islam mewajibkan setiap hamba untuk taat pada aturan Allah tanpa kecuali.
Maknanya, menjalankan syariat Islam di seluruh aspek kehidupan adalah konsekuensi keimanan yang tak bisa ditawar. Sebaliknya, pengabaian terhadap syariat ini adalah tanda cacatnya akidah seseorang.
Kedua, ajaran Islam adalah sistem kehidupan paripurna. “Tak ada satu pun bidang kehidupan manusia yang tidak dibahas dalam ajaran Islam,” paparnya, seraya menambahkan bahwa persoalan penting seputar ekonomi atau bab muamalah banyak bertebaran di banyak kitab fikih.
Kata Iwan, bukan saja aktivitas ekonomi pribadi, tetapi Islam juga menjelaskan perekonomian yang harus dijalankan oleh negara, semisal pengaturan kepemilikan harta termasuk sumber daya alam, kebijakan mata uang, pelarangan riba, peniadaan pajak, jaminan kehidupan pokok bagi masyarakat, dsb.
Ketiga, secara historis, Islam telah berhasil menciptakan kehidupan ekonomi yang berkeadilan dan menyejahterakan.
Sejarah mencatat, selama para khalifah berpegang pada pelaksanaan syariat Islam, kehidupan umat pun akan selalu terpelihara.
“Para khalifah banyak menyediakan layanan pendidikan dan rumah sakit yang bermutu dan dengan mudah diakses oleh masyarakat tanpa biaya besar, bahkan cuma-cuma,” ulasnya.
Tak hanya berlaku untuk kalangan Muslim, jaminan kehidupan ekonomi ini juga untuk semua warga negara termasuk kalangan non-Muslim.
Menurut Iwan, hal ini sekaligus menjawab tudingan yang menyebutkan kalau warga non-Muslim akan dimarjinalkan dalam sistem kehidupan Islam, adalah suatu kebohongan dan fitnah terhadap agama Islam.
Apalagi di dalam Al-Qur’an dan Hadits juga telah memerintahkan kaum Muslim untuk melindungi warga negara dari kalangan non-Muslim.
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu,” demikian firman Allah di dalam QS al-Mumtahanah: 8.
Untuk menguatkan ayat tersebut, dalam riwayat Imam Muslim, Rasulullah SAW menegaskan, “Siapa menyakiti dzimmi (non-Muslim warga khilafah), maka aku menjadi lawannya pada hari kiamat”. Dalam riwayat Imam al-Thabrani, Rasulullah SAW juga menyebutkan, “Siapa menyakiti dzimmi, maka sungguh ia menyakitiku. Dan siapa menyakitiku, maka sungguh ia menyakiti Allah.”
Begitu pula terkait jizyah yang juga bisa digugurkan ketika non-Muslim dimaksud terkategori tidak mampu. Kebijakan ini telah dibuktikan oleh Khalifah Umar bin Khaththab terhadap seorang ahlu dzimmah (non-Muslim warga khilafah) yang sudah tua dan miskin.
“Bahkan beliau (Khalifah Umar) kemudian memerintahkan Baitul Mal untuk memberikan santunan rutin pada orang tersebut sepanjang hayatnya,” ungkap Iwan.
Dengan demikian, untuk bisa keluar dari keterpurukan ekonomi maupun ketimpangan sosial negeri ini, penguasa mestinya merujuk ke syariat Islam.
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta,” tandasnya, mengutip QS Thaha: 124.
Adalah Prabowo Subianto, berkenaan program Asta Cita atau delapan misi pemerintahannya dalam lima tahun ke depan, menekankan agar Indonesia menerapkan sistem ekonomi jalan tengah, yakni gabungan antara kapitalisme dan sosialisme, atau yang disebut sistem ekonomi Pancasila.
Namun sebagaimana diungkap sebelumnya, Iwan memandang pesimis sehingga presiden ke-8 RI tersebut mau menjadikan Islam sebagai ideologi dan menerapkan sebagai dasar sistem perekonomian negeri ini.
Pasalnya, sekalipun bertujuan agar terbuka lebar kesempatan berinovasi dengan kebebasan pasar, jaminan jaring pengaman sosial untuk masyarakat paling lemah, akan tetap terabaikan.
Apalagi terkait pelaksanaan sistem pasar bebas sendiri yang kerap tanpa jaring pengamanan dari negara, dinilai bakal dimanfaatkan kelompok kapitalis untuk menciptakan kartel bisnis.
“Pasar bebas tanpa pengamanan dari negara menjadi sasaran empuk kaum kapitalis untuk menciptakan kartel bisnis yang memonopoli dan mengeksploitasi sumber daya alam dan kegiatan ekonomi,” pungkasnya.[] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat