Konflik Wadas, IJM Imbau Pemerintah Lakukan Pembangunan Rakyat Sentris
Mediaumat.id – Konflik di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah menyita perhatian publik termasuk Agung Wisnuwardana yang mengimbau, pemerintah seharusnya melakukan pembangunan rakyat sentris.
“Seharusnya pemerintah yang baik, melakukan pembangunan dengan betul-betul rakyat sentris,” ujar Direktur Indonesian Justice Monitor (IJM) tersebut kepada Mediaumat.id, Kamis (9/2/2021).
Maksudnya, aspek-aspek teknis, sosial, ekonomi, lingkungan dan tata kelola harus ditimbang secara komprehensif sehingga benar-benar difokuskan untuk kepentingan rakyat. “Bukan kepentingan segelintir kapitalis,” timpalnya.
Seperti diberitakan, warga menolak pengukuran lahan tambang batu andesit di Wadas, Purworejo untuk pembangunan Bendungan Bener yang dilakukan 70 petugas Badan Pertanahan Negara (BPN) di lahan sekitar 124 hektar pada 7-8 Februari kemarin.
Lebih jauh, Agung melihat, pembangunan Bendungan Bener yang semestinya ditujukan untuk memberikan dampak positif, di antaranya pengairan sawah, sumber listrik dan air baku, ternyata memiliki keterkaitan dengan wilayah Kulonprogo, Yogyakarta.
Pasalnya, selain menyuplai kebutuhan air untuk Jawa Tengah, sebagian besar air dari Bendungan Bener bakal digunakan untuk menyuplai kebutuhan air baku di daerah Kulonprogo. “Kebutuhan terbesar di Kulonprogo adalah untuk Aerocity Kulonprogo, termasuk di dalamnya Bandara Internasional Yogyakarta,” ulasnya.
“Untuk siapa Aerocity ini? Untuk rakyat atau segelintir kapitalis? Rakyat sentris atau kapitalis sentris?” tanya Agung.
Di sisi lain, berkenaan dengan Bendungan Bener yang akan dijadikan sumber listrik pun, Agung justru menyinggung pihak-pihak yang juga akan diuntungkan dari proyek tersebut.
“Pertanyaanya, siapa yang akan mengelola? Siapa yang akan diuntungkan besar? Segelintir kapitalis atau rakyat?” tanyanya tegas.
Sementara, aspek sosial yakni keberlanjutan penghidupan masyarakat dan lingkungan di sana, menurut Agung, tak pernah mendapat ruang yang memadai dalam model pembangunan kapitalisme.
Malah, ia memandang, penduduk Wadas yang termasuk dalam kategori masyarakat agraris, mampu mempertahankan kehidupan berkelanjutannya tanpa peran besar rezim penguasa.
“Mereka bergerak dengan memanfaatkan alam di sekitarnya dan sudah berlangsung lama sejak leluhur mereka,” tandasnya.
Tetapi, rencana quarry atau penambangan andesit yang digunakan untuk suplai pembangunan bendungan, ia pastikan akan merusak dan mengganggu keberlanjutan penghidupan mereka yang sangat bergantung pada alam.
Sehingga, tegasnya kembali, model pembangunan kapitalisme selalu tak pernah peduli pada aspek sosial dan lingkungan, hingga pada akhirnya menyisakan konflik agraria, kerusakan sosial serta lingkungan.
Omnibus Law ‘Cilaka’
Agung mengatakan, basis legal yang digunakan untuk perampasan tanah rakyat dengan alasan demi ‘kepentingan umum’ Proyek Strategis Nasional (PSN) adalah Undang-Undang Omnibus Law Cilaka (Cipta Lapangan Kerja).
Padahal, karena keputusan MK tentang UU tersebut inkonstitusional bersyarat, pemerintah semestinya menghentikan PSN minimal sampai 2 tahun ke depan. “Tetapi kenyataannya rezim Jokowi demi pembangunan yang kapitalis sentris tetap jalan, tak peduli keputusan MK,” pungkasnya.[] Zainul Krian