Konflik Kepentingan Pengusaha Tambang, Forkei: Polisi Harusnya Jadi Wasit, Bukan Pemain
Mediaumat.id – Dalam hal dinamika operasional usaha pertambangan yang kerap memunculkan gesekan atau pun benturan kepentingan, pihak kepolisian seharusnya menjadi ‘wasit’ penengah, bukan malah turut menjadi pemain.
“Masak wasit jadi pemain. Kan menang wasitnya,” ujar Direktur Forum Kebijakan Energi (Forkei) Agus Kiswantono dalam Kabar Petang: Ada Geng Tambang di Tubuh Polri? di kanal YouTube Khilafah News, Selasa (8/11/2022).
Maksudnya, apabila aparat penegak hukum dalam hal ini institusi nasional yang eksistensinya untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dan memiliki otoritas sesuai yang diatur dalam peraturan perundang-undangan justru berperan menjadi pengusaha pertambangan itu sendiri, bisa dipastikan bakal selalu menang di setiap konflik yang muncul.
“Masak penegak hukum menjadi pemain pertambangan atau ada conflict of interest karena ada kekuasaan terus ada kenikmatan (keuntungan),” tandasnya kembali menyindir.
Sebelumnya, sempat beredar video viral di media sosial yang menyebutkan bahwa Kabareskrim Komisaris Jenderal Polisi Agus Andrianto diduga menerima uang dari usaha tambang ilegal di Kalimantan Timur.
Ialah Ismail Bolong, mantan anggota kepolisian muncul ke hadapan publik dan mengaku sebagai pengepul batu bara ilegal di Santan Ulu, salah satu desa di Kecamatan Marang Kayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur dan menyetor uang ke seorang perwira tinggi Polri/Kabareskrim sebesar Rp6 miliar.
Tak ayal banyak pihak menyebut sedang terjadi perseteruan antar geng tambang yang di dalamnya melibatkan oknum kepolisian hingga menyentuh level bintang (jenderal).
Lantas sebagaimana adagium seputar perang bintang di dalam tubuh Polri yang banyak dibicarakan khalayak, menjadi catatan keprihatinan tersendiri bagi Agus.
“Ini satu catatan prihatin bagi kita sebagai warga, rakyat biasa, yang itu dipertontonkan,” cetusnya.
Padahal, sebagai aparat penegak hukum seharusnya menjadi panutan atau paling tidak pengayom masyarakat sehingga tercipta rasa aman, nyaman, dan tentram.
“Ini kan mempertontonkan ini sebagai penegak hukum yang itu harusnya menjadi satu panutan atau percontohan atau menjadi satu pengayomlah yang ada di masyarakat sehingga masyarakat itu aman, nyaman, tentram,” tambahnya.
Pasalnya, masyarakat tidak akan bisa berharap lebih kepada institusi penegak hukum kalau di internal sendiri saling membuka aib, termasuk kaitannya dengan pertambangan tanpa izin (PETI) tersebut.
“Apa yang mau kita harapkan dari penegak hukum kalau itu internal sendiri sebetulnya yang membuka aib yang ada kaitannya dengan transaksional yang itu berdampak pada meruntuhkan marwah dari Kabareskrim itu sendiri,” ulasnya.
Konsepsi Islam
Menurutnya, untuk menyelesaikan problem seputar pertambangan di negeri ini, Agus menegaskan, terlebih dahulu harus membangun persepsi tentang konsepsi perbaikan.
Berbanding lurus dengan masyarakat di negeri ini yang mayoritas penduduknya Muslim, tak salah apabila representasi dari sistem pengelolaan sumber daya alam termasuk barang tambang adalah menggunakan Islam.
“Islam itu kan punya konsepsi perbaikan,” terangnya, yang berarti pula dengan menerapkan Islam sebagai sistem pengaturan maka sebagaimana keyakinan kaum Muslim, keberkahan akan menjadi sebuah keniscayaan.
Sebutlah salah satunya mengubah paradigma sistem perundang-undangan yang saat ini justru membolehkan sektor swasta melakukan eksploitasi besar-besaran terkait pertambangan, menjadi hanya negara yang berhak melakukan.
Jika tidak, kata Agus, bisa dipastikan tuan rumah dalam hal ini negara, bakal kalah oleh ‘tamu’ (swasta) yang bahkan diberi karpet merah sehingga ‘bebas’ melakukan eksploitasi sumber-sumber tambang baik yang ada di darat maupun laut secara terus-menerus.
Terakhir, pesannya, kalaupun nantinya kurang dipahami oleh sebagian masyarakat sehingga muncul justifikasi atas konsepsi Islam, ia menekankan agar tetap menjadikannya sebagai satu spirit utama berjuang menegakkan untuk melanjutkan kehidupan Islam.[] Zainul Krian