Konflik Agraria, Aktivis 98: Pemerintah Seharusnya Melayani Rakyat Bukan Korporasi

 Konflik Agraria, Aktivis 98: Pemerintah Seharusnya Melayani Rakyat Bukan Korporasi

Mediaumat.news – Menanggapi pernyataan Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) tentang konflik lahan hingga intimidasi terhadap petani masih banyak terjadi meski pada masa pandemi, Aktivis 98 Agung Wisnuwardana mengingatkan seharusnya pemerintah melayani rakyat bukan menjadi pelayan korporasi.

“Inilah yang menjadi tugas pemerintah untuk benar-benar memberikan pelayanan yang optimal demi kesejahteraan rakyat. Jangan sampai pemerintah melayani para pemegang modal, korporasi dan malah menyebabkan penindasan terhadap rakyat. Dalam bentuk salah satunya perampasan-perampasan hak mereka atas tanah,” tuturnya pada Mediaumat.news, Jumat (25/09/2020).

Menurutnya, fenomena yang diungkapkan oleh KNPA ini adalah fakta. Sesuatu yang benar-benar terjadi di tengah-tengah masyarakat hari ini. “Sebelum terjadi pandemi, korporasi dengan back up dari pemerintah dan birokrasi itu terus merangsek terhadap tanah-tanah rakyatnya,” ujarnya.

Selanjutnya, Agung menjelaskan bahwa semua pembangunan dan pengelolaan ekonomi termasuk investasi di negeri ini, basisnya adalah demi kepentingan para pemegang modal dan demi kepentingan korporasi yang jarang sekali mempertimbangkan kepentingan rakyat.

Paling mentok kepentingan rakyat itu hanya sebatas pengadaan buruh murah. Tapi (hal ini) tidak bisa menyelesaikan masalah. Karena korporasi terus merangsek sehingga kebutuhan akan lahan akan sangat tinggi sekali. “Di sinilah akhirnya akan menjadi beban buat rakyat karena pengadaan lahan untuk korporasi ini terus merangsek,” terangnya.

Dia menambahkan bahwa yang berat di tengah pandemi ini adalah masyarakat pemilik tanah berada pada kalangan menengah ke bawah. (Mereka) itu sudah mengalami masalah kesehatan dan juga kesulitan untuk keberlangsungan pendapatan karena ada masalah pekerjaan. “Nah, ini ditambah persoalan konflik agraria yang menyebabkan tanah mereka terganggu. Ini tentunya menjadi beban yang semakin berat buat rakyat,”jelasnya.

Akhirnya, menurut Agung, pertanyaan menggelitiknya adalah terus rakyat di sini mau ditempatkan sebagai apa? “Apakah sebagai obyek perasan? Atau benar-benar sebagai subyek pembangunan?” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *