Mediaumat.info – Terkait dengan kondisi sosial di tahun 2024 yang terjadi di Indonesia ataupun di dunia menurut Pengamat Sosial Ilman Silanas hampir senada dengan pandangan hidup yang dominan saat ini yaitu kapitalisme sekuler dengan parameter serba materi.
“Hampir senada dengan pandangan hidup yang dominan saat ini yaitu kapitalisme sekuler dengan parameter serba materi,” tuturnya dalam Special Interview Refleksi Akhir Tahun 2024 & Prediksi 2025: Campakkan Demokrasi Sekuler, Menuju Penerapan Syariat Islam Kaffah, Jumat (27/12/24) di kanal YouTube Rayah TV.
Berdampak pada Personal
Menurutnya, ini berdampak kepada aspek personal pada diri manusia yaitu cara pandang lalu keluarga lalu masyarakat dan selanjutnya area-area yang lain.
Ilman mencontohkan misalnya rendahnya literasi masyarakat dalam sosial media, sehingga permasalahan berita-berita hoaks ini masih bermunculan di Indonesia.
“Dan nampaknya masyarakat kita masih belum melek sempurna terkait dengan bagaimana melakukan validasi suatu berita ataupun saat mendengarkan ataupun membaca suatu berita yang benar, bagaimana menangkap dan menyimpulkan,” jelasnya.
Ini masih menjadi PR besar bagi Indonesia saat ini tukasnya, sehingga banyak sekali kesalahpahaman di media sosial, banyak sekali konflik perdebatan di media sosial yang ini berdampak juga kepada kehidupan nyata.
“Terkadang saling ribut di media sosial akhirnya tawuran di jalan, saling ribut di media sosial akhirnya suami istri pun bisa bercerai dan sebagainya,” lanjutnya.
Ini yang memang Ilman melihat sebagai dampak utama terkait permasalahan sosial ini, bagaimana keluarga ini kuat atau tidak di tahun 2024 ini.
“Belum selesai tahun ini sudah ada 463.000 kasus perceraian di Indonesia,” sebutnya.
Jadi Ilman menilai cukup banyak tuntutan cerai tentunya tuntutan cerai yang diajukan baik oleh istri terutama ke pengadilan dan tentu ini bukan angka yang sedikit.
Kalau ini kan pasti melibatkan dua orang, suami istri berarti kali dua. “Berarti ada dua orang yang berkonflik belum lagi kalau punya anak satu berarti hampir ada 463.000 anak mungkin yang memang terjebak pada kondisi broken home,” sambungnya.
Ini pun, menurutnya, akan mengancam bagaimana masa depan mereka, walaupun memang tidak semua perceraian buruk.
“Tapi memang perjalanan ini sangat rentan khawatir bagaimana anak ini memandang kehidupan ke depannya bagaimana dia mencontoh kedua orang tuanya. Nah, ini memang yang perlu kita perhatikan,” pungkasnya.[] Muhammad Nur
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat