Komnas HAM telah Berubah Jadi National Defenders for Human Rights Perpetrators

Mediaumat.news – Mencermati pernyataan dari Ahmad Taufan Damanik selaku Ketua Komnas HAM RI pada satu diskusi online, terkait tindakan tertawa-tawa dari 6 (enam) syuhada yang menjadi korban pelanggaran HAM berat, disebutkan oleh Ahmad Taufan Damanik bahwa saat terjadi “bentrok” antara korban dan pelaku pelanggaran HAM berat, bahkan lebih kejam lagi, Ahmad Taufan Damanik mempersepsikan 6 (enam) korban pelanggaran HAM berat “menikmati” pergulatan nyawa sedang mereka alami, Ketua Tim Advokasi Korban Tragedi 7 Desember 2020, M. Hariadi Nasution, SH., MH., CLA. menilai Komnas HAM telah berubah menjadi National Defenders for Human Rights Perpetrators.

“Konstruksi narasi yang dibangun oleh Ketua Komnas HAM RI adalah sangat subjektif dan berat sebelah, sehingga Komnas HAM RI dibawa oleh Saudara Ahmad Taufan Damanik yang seharusnya menjadi National Human Rights Defenders berubah menjadi National Defenders for Human Rights Perpetrators,” tuturnya dalam pres rilis yang diterima Mediaumat.news, Selasa (19/01/2021).

Menurutnya, pernyataan Ahmad Taufan Damanik yang justru menyudutkan 6 korban pelanggaran HAM berat semakin memperlihatkan sikap unethical conduct alias tidak beradab. “Sebagai Ketua Komnas HAM RI, seharusnya menjadi lembaga terdepan dalam menjamin tegaknya HAM di Indonesia, dengan menjaga kredibilitas dan independensi,” ujarnya.

Ia menyesalkan sikap Ketua Komnas HAM yang atas pernyataannya tersebut yaitu tindakan tertawa-tawa oleh korban yang dikonstruksikan secara negatif dan telah menjadi justifikasi untuk menghalalkan pembunuhan secara sistematis terhadap penduduk sipil yang merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM berat dan hanya berdasarkan dari sebagian kecil rentetan dari peristiwa tragedi kemanusiaan.

“Konteks tindakan tertawa-tawa yang dimaksud oleh Saudara Taufan, faktanya adalah sekuel sebelum terjadi peristiwa. Apa yang disebut oleh Komnas RI sebagai peristiwa intensitas tinggi. Tertawanya enam syuhada korban pelanggaran HAM berat tersebut adalah ekspresi rasa senang mereka atas keberhasilan menyelamatkan HRS dan keluarga dari gangguan orang tidak dikenal (OTK) yang mengancam keselamatan jiwa HRS dan keluarga termasuk anak dan cucu yang masih balita, serta rasa heran mereka atas tindakan gila dan lucu dari OTK, yang ternyata kemudian menjadi pembunuh mereka,” bebernya.

Menurutnya, ini membuktikan bahwa Saudara Taufan tidak mengerti dan memahami sesungguhnya konteks peristiwa yang terjadi dalam rangkaian peristiwa tragedi kemanusiaan, sehingga patut dipertanyakan kualitas kepemimpinan dari Saudara Ahmad Taufan Damanik dalam memimpin lembaga Komnas HAM RI.

“Pernyataan dari Ketua Komnas HAM RI tersebut membuktikan bahwa adanya sikap unwilling dan mekanisme hukum nasional yang unable dalam pengungkapan pelanggaran HAM, sehingga akan menjadi pintu masuk bagi mekanisme internasional dalam upaya penegakan HAM,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini: