Komisi IV DPR: Kemudahan Keran Impor Imbas Omnibus Law
Mediaumat.id – Anggota Komisi IV DPR RI drh. H. Slamet mengatakan, kemudahan keran impor pangan atau produk ternak saat ini akibat dari Omnibus Law.
“Kemudahan keran impor pangan atau produk ternak yang terjadi saat ini, itu imbas dari Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja. Jadi banyak yang kegocek (terperdaya) nih anggap itu persoalan buruh saja,” cuit Slamet di akun Twitter @drh_Slamet, Sabtu (11/6/2022).
Ia menyebut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah merugikan petani dalam negeri dan melahirkan rezim impor. “Hal tersebut terlihat dalam perubahan di Omnibus Law yang merevisi Pasal 15, 30, dan 101 UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani,” bebernya.
“Perubahan yang ada di UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tersebut memberi kemudahan bagi aktivitas impor. Tentu ini merugikan petani dalam negeri. Sebab ketika pemerintah memberikan kemudahan impor, produk pertanian kita terancam tidak terserap,” tambahnya.
Slamet menjelaskan, beberapa perubahan dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini menghilangkan kewajiban negara dalam melindungi petani dengan mengendalikan impor. “Bahkan aturan ini menghapus sanksi bagi pelaku impor pangan yang melanggar ketentuan perundangan,” tegasnya.
Perubahan
Legislator asal Sukabumi ini beberkan perubahan undang-undang lama yaitu UU Pasal 36B UU 41/2014 ke Omnibus Law UU Ciptaker N0. 11/2020.
Coba perhatikan perbedaannya, pintanya. Pada UU asalnya Pasal 36B ayat (1) berbunyi “Pemasukan ternak dan Produk Hewan dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan apabila produksi dan pasokan Ternak dan Produk Hewan di dalam negeri belum mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat.”
“Klausul itu pada UU 11/2020 diubah menjadi ‘Pemasukan Ternak dan Produk Hewan dari luar negeri ke dalam wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia dilakukan untuk memenuhi konsumsi masyarakat’,” jelasnya.
Perubahan itu menurut Slamet, dulu ditakutkan menjadi sinyal kuat bahwa impor produk hewan bisa dilakukan kapan saja tanpa adanya klausul ‘produksi dalam negeri belum tercukupi’. Jadi mau kurang, lebih, gagal panen atau swasembada tetap bisa impor. “Ya akhirnya kejadian seperti sekarang,” tukasnya.
Ceroboh
Terkait impor sapi dari India, Slamet menilai ini salah satu langkah yang sangat ceroboh. “Ada berita seperti ini saya kemudian ingat ketika saya masuk di komisi IV kemudian melihat ada membuka kran impor yang dasarnya adalah zonaisasi bukan berdasarkan pada negara sebagai basisnya. Sudah saya ingatkan waktu itu bahwa pastikan impor ini berasal dari negara yang memang bebas PMK (penyakit mulut dan kuku). Saat itu yang lagi rame-ramenya membuka impor salah satu komoditas dari India,” bebernya.
Memang penyakit ini tidak zoonosis (penyakit yang dapat ditularkan hewan ke manusia) lanjutnya. Kalau dilihat dari sisi kematian ke manusia tidak akan ada.
“Tetapi bahwa kerugian secara ekonomi ini akan bisa membangkrutkan seluruh peternak kita. Ini menjadi catatan kita sehingga sekali lagi saya sampaikan bahwa atas nama kepentingan ekonomi, pemerintah ceroboh,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun