Kok Bisa Ada Pandangan Seolah-olah Khilafah Mengancam Indonesia?

Mediaumat.news – Munculnya pandangan seolah-olah khilafah mengancam Indonesia dinilai lahir dari konstruksi berpikir yang bukan bertumpu pada Islam. “Kalau bertumpu pada Islam pasti kita akan meyakini bahwa ajaran Islam itu rahmatan lil alamin, ajaran Islam itu pasti baik, tidak mungkin tidak baik,” ujar Jubir Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ustadz Muhammad Ismail Yusanto dalam kanal Youtube Fokus Khilafah Channel Jumat (25/5/2018).

Sampai pun ada ajaran, “yang menurut kita, ngeri sebenarnya itu juga sangat baik. Misalnya soal uqubat potong tangan, rajam segala macam, kalau kita kaji ternyata di belakang itu ada falsafah yang sangat luar biasa. Sampai-sampai, Al-Ghamidiah perempuan di masa Rasulullah SAW dulu minta dirajam. Begitu juga Mais bin Malik Al-Aslami minta dirajam.”

Kalau berangkat dari kacamata ini, pemahaman ini, pasti tidak akan sampai pada kesimpulan bahwa khilafah ini akan menghancurkan negara ini.

“Ini kita belum bicara detail. Nah, memang sangat baik kalau kita bicara detail. Diskusi dengan hati yang lapang, pikiran yang jernih, tidak ada prejudice, tidak ada tudingan-tudingan. Sebab kalau ada tudingan ini bla.. bla.. bla.. selesai, tidak ada diskusi lagi,” bebernya.

Karena pada saat yang sama, lanjut Ismail, pendapat yang emosional begini ini, ini menutup juga fakta bahwa sebenarnya ada fakta-fakta yang hendak menenggelamkan negara ini justru tidak terpotret, seperti kapitalisme, neoliberalisme, neoimperialisme.

“Ini apakah bukan sesuatu? Lihat utang Indonesia itu sekarang sudah 4600 triliun lebih. Dengan pajak yang terus mencekik. Ini semata-mata untuk menutupi lubang-lubang APBN,” pungkasnya.

Baru Sekarang

Menurut Ismail, monsterisasi khilafah juga baru terjadi sekarang, sebelumnya kan tidak. Ini baru terjadi sekarang setelah ada keputusan politik. Jadi ada keputusan politik dahulu yang membubarkan HTI. Kenapa dibubarkan, kan mereka harus jawab? Oh karena Khilafah. Ketika ditanya, mengapa khilafah? Nah, mereka harus jawab lagi. Sampai ketemu bahwa khilafah ini akan menghancurkan negara ini.

Jadi, lanjutnya, konstruksi berpikir ini dibuat untuk melegitimasi keputusan politik. Semestinya, keputusan politik itu dibuat berdasarkan kepada pemikiran, kepada pemahaman. Yang terjadi, keputasan politiknya dibuat dulu, barulah dibuat alasannya.

Ia juga menegaskan keputusan politik tersebut dibuat bukan karena soal khilafah. Kalau karena soal khilafah, harusnya dari dulu. Ini karena persoalan-persoalan politik lagi. Terkait Pilkada DKI, dengan cara pandang yang keliru, paranoid terhadap kebangkitan Islam khususnya yang tampak pada aksi 212. Jadi rusak akhirnya.

“Nah, para intelektual ini dipanggil untuk memberikan justifikasi terhadap cara berpikir begini. Nah, lahirlah pandangan bahwa khilafah mengancam seperti itu,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo

Share artikel ini: