Koalisi Advokat Ungkap Dua Alasan Gugat Perppu Ormas ke MK

Mediaumat.news – Ada dua alasan utama yang membuat advokat dan pemerhati hukum yang terhimpun dalam Koalisi Advokat Penjaga Konstitusi mengajukan gugatan uji materi (judicial review) Perppu Ormas.

“Ada dua alasan utama pengujian Perppu,” ujar Koordinator Koalisi Advokat Penjaga Konstitusi Ahmad Khozinudin kepada mediaumat.news, sesaat usai mengajukan permohonan judicial review Perppu Ormas, Rabu (26/7/2017) di Mahkamah Konstusi, Jakarta Pusat.

Pertama, kritik secara formil terhadap proses penerbitan Perppu yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 22 Ayat 1 UUD 1945 jo. Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009.  “Pada pokoknya tidak ada kegentingan yang memaksa. Semua alasan yang disampaikan Pemerintah tidak memenuhi kualifikasi syarat untuk diterbitkan Perppu,” ungkapnya.

Kedua, kritik secara material substansial Perppu. Seperti penghilangan proses pengadilan dalam pencabutan status badan hukum Ormas, kedudukan hukum Ormas yang menjadi tidak seimbang dengan Pemerintah dalam hal adanya tuduhan melanggar UU seperti tuduhan anti Pancasila.

“Menimbulkan kekhawatiran seseorang untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat disebabkan adanya ancaman pidana bagi Ormas yang tidak saja terhadap pengurus yang bertanggung jawab tetapi bisa menyasar seluruh anggota dengan ancaman pidana seumur hidup, atau minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun,” jelas Ahmad.

Menurutnya, isu utama dalam konteks permohonan adalah seputar isu due proces of law, equal before the law, dan  freedom of speech.  “Tentu saja ini dikaitkan dengan pasal-pasal sebagai batu ujian yang telah diatur dalam konstitusi,” bebernya.

Optimis

Ahmad optimis, peluang digugurkannya Perppu mengenai Ormas sangatlah besar, karena hukum dalam Perppu tersebut dinilai bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Namun apabila ada intervensi politik dalam hukum yang terkait maka akan berbeda hasilnya.

“Dalam kasus ini, misalnya permohonan pengujian Perppu yang diajukan Prof Yusril yang mewakili HTI seperti dijegal di tengah jalan. Baru saja permohonan didaftarkan di MK, tiba-tiba Pemerintah mencabut status badan hukum HTI,” lanjutnya.

Oleh karenanya paralel dengan upaya hukum uji Perppu ke MK, harus ada  gerakan sosial yang berbasis moral untuk memberi dukungan kepada pihak-pihak yang mengajukan permohonan dan para majelis hakim MK agar terbebas dari intervensi kekuasaan.

“Gerakan sosial ini harus diwujudkan dalam aksi massa yang bermartabat sebagaimana aksi 212 yang berujung pada konsistensi hukum dan peradilan yang dapat teguh memegang amanah, melahirkan putusan hukum yang berkeadilan,” pungkasnya.[]Fatih Sholahuddin

Share artikel ini: