Mediaumat.id – Terkait klarifikasi Prof. Budi Santosa Purwokartiko (BSP) yang mengaku tidak bermaksud menjatuhkan wanita berhijab atau berkerudung dengan istilah ‘manusia gurun’, dinilai sebagai penguat alat bukti yang semestinya membuat aparat penegak hukum segera memproses sehingga tidak terkesan melindungi.
“Aparat penegak hukum semestinya segera memproses, daripada dibiarkan, timbul kesan melindungi dan memicu gerakan dan dikhawatirkan menimbulkan gesekan,” ujar Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat Chandra Purna Irawan kepada Mediaumat.id, Selasa (3/5/2022).
Pasalnya, tujuan mulia dari penegakan hukum sendiri adalah menjaga suatu ketertiban umum. Klarifikasi tersebut juga makin menguatkan keberadaan alat bukti. Di antaranya, pengakuan/keterangan, tangkapan layar (screenshot/SS), saksi, dan keterangan ahli hukum sudah cukup banyak memberikan keterangan atas pernyataan tersebut.
“Berdasarkan hal tersebut sudah lebih dari cukup aparat penegak hukum untuk memproses,” lugasnya.
Sehingga dari klarifikasi dimaksud, pun dinilai bisa membuktikan dan membenarkan bahwa dirinyalah (Prof. Budi Santosa) yang telah membuat pernyataan tersebut. Sedangkan sebelumnya publik masih menduga-duga.
Dengan catatan, apabila klarifikasi itu dapat menggugurkan atas adanya dugaan tindak pidana, maka semestinya, hal sama juga bisa diberlakukan kepada semua pihak seperti aktivis KAMI, Ustadz Yahya Waloni, Alimuddin Baharsyah, dll.
Sementara, sebab melihat deliknya sudah selesai ketika Prof. Budi Santosa mengunggah statusnya, Chandra menegaskan, klarifikasi tersebut tidak menggugurkan atas dugaan atau patut diduga adanya unsur pidana.
Adalah tulisan yang diunggah melalui status Facebook pribadi pada Rabu (27/4) telah menyebut mahasiswi menutup kepala ala manusia gurun, Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Prof. Budi Santosa Purwokartiko diduga cenderung rasialis dan kebencian SARA.
Terlebih, seperti diberitakan, tulisan dimaksud juga menyinggung tentang negara orang-orang yang pandai bercerita tanpa karya teknologi, usai mewawancarai 12 mahasiswi yang akan belajar ke luar negeri, seperti Korea Selatan, Eropa dan Amerika Serikat, melalui biaya Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Maka atas dasar itu, Chandra menyarankan, klarifikasi tersebut disampaikan di pengadilan saja. “Lebih baik klarifikasi tersebut disampaikan di pengadilan” pungkasnya.[] Zainul Krian