Kisruh Lahan IKN, IJM: Corak Pembangunan Sangat Zalim

 Kisruh Lahan IKN, IJM: Corak Pembangunan Sangat Zalim

Mediaumat.info – Penyelesaian pembebasan 2.086 hektare lahan bermasalah di Ibu Kota Nusantara (IKN) yang disebut membutuhkan peraturan presiden (perpres), menunjukkan corak pembangunan yang sangat zalim.

“Ini benar-benar corak pembangunan yang sangat-sangat zalim,” ujar Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Whisnuwardana, dalam video Percepatan Perampasan Tanah Rakyat??? di akun Tik Tok pribadinya @agung.wisnuwardana, Jumat (19/7/2024).

Adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan IKN yang diterbitkan berkaitan persoalan lahan tempat tinggal dan mencari nafkah bagi masyarakat adat setempat terdampak proyek itu, atau yang Agung gambarkan sebelumnya sebagai Perpres tentang ‘Percepatan Penggusuran Tanah Rakyat’.

Corak dari suatu pembangunan zalim juga tampak dari upaya pembebasan 2.086 hektare lahan yang menurut Plt Kepala Otorita IKN Basuki Hadi Mulyono, membutuhkan solusi Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan (PDSK) Plus.

Pula untuk diketahui, aturan tentang PDSK Plus tercantum dalam Pasal 8 ayat (1), yaitu Pemerintah melakukan penanganan permasalahan penguasaan tanah Aset Dalam Penguasaan (ADP) OIKN oleh masyarakat dalam rangka pembangunan di IKN.

Aturan itu dijelaskan lebih rinci pada ayat (5) dan (6), yaitu penanganan permasalahan penguasaan tanah ADP oleh masyarakat diberikan per bidang tanah sesuai hasil inventarisasi dan identifikasi dengan besaran yang dihitung berdasarkan penilaian Penilai Publik dengan besaran penggantian dapat diberikan dalam bentuk uang, tanah pengganti (relokasi), permukiman kembali (dibangunkan rumah), dan/atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.

Artinya, kata Agung lebih lanjut, kalau penyelesaian masalah tanah di IKN ini menggunakan PDSK berarti negara mengaku memiliki semua bidang tanah di sana secara BMN (barang milik negara) atau ADP dari otorita IKN.

Lantas kondisi seperti Masyarakat Adat Balik Sepaku, Balik Pemaluan maupun Paser Maridan, kata Agung lebih lanjut, bakal terancam digusur dari wilayah adat sendiri. Mereka pun semakin terpinggirkan dengan adanya pembangunan IKN, sehingga terancam kehilangan wilayah adat.

Masyarakat adat seolah tidak memiliki ruang untuk menolak perencanaan pembangunan IKN di wilayah adat. “Ya, maknanya (mereka) dianggap tak punya legalitas kepemilikan maupun legalitas penguasaan,” tegas Agung, seraya menyebut hal ini sebagai problem besar corak pembangunan ala kapitalisme di negeri ini.

“Masyarakat kecil direlokasi, ‘digusur’ dari ruang hidupnya, sementara para kapitalis pemilik modal malah diberi peluang HGU sampai 190 tahun,” cetusnya, kembali menyinggung Perpres 75/2024 tentang Percepatan Pembangunan IKN.

Sistem Islam

Berbeda dengan ketika sistem Islam diterapkan. Kata Agung, mengutip sebuah hadits riwayat Imam Bukhari, siapa saja yang telah menghidupkan tanah mati, maka tanah seperti tanah-tanah adat di sana adalah milik masyarakat setempat yang terbukti telah menempati wilayah adat sejak bahkan sebelum republik ini berdiri.

Definisi tanah mati, sebagaimana dijelaskan dalam kitab An-Nizham al-Iqtishadiy fil Islam (sistem ekonomi Islam) yang menjadi kitab binaan Hizbut Tahrir, adalah tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak dimanfaatkan.

Maksudnya, upaya menghidupkan tanah mati di antaranya menjadikan sebagai lahan bercocok tanam, termasuk menanami tanah itu dengan pepohonan, mendirikan bangunan di atasnya, atau usaha apa pun yang bisa menghidupkan tanah.

Oleh karena itu, terhadap masyarakat adat suku Balik yang saat ini justru ruang hidupnya kian terancam, hak atas tanah ulayat tidak memiliki kejelasan, dan belum adanya peraturan khusus soal pengakuan, perlindungan, dan penghormatan terhadap hak-hak dari masyarakat adat, negara harusnya bertugas memberikan legalitas pada tanah-tanah di sana bukan sekadar pengakuan atas kearifan lokal lantas kemudian merampas atau menggusurnya.

“Tugas negara adalah memberikan legalitas pada tanah rakyat itu bukan kemudian malah ‘merampasnya’ atau ‘menggusurnya’,” pungkas Agung. [] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *