Oleh: Endah Sulistiowati (Dir. Muslimah Voice)
Pasca Amerika Serikat meresmikan kantor Kedutaan Besarnya di Yerussalem, sebagai bentuk mendukung Ibu Kota baru Israel, netizen dihebohkan dengan beredarnya rekaman video warga Papua yang mengibarkan bendera negara zionis tersebut. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyesalkan aksi konvoi bendera Israel yang dilakukan oleh sejumlah warga di Papua. Wakil Sekretaris Komisi Kerukunan Antarumat Beragama MUI Abdul Moqsith Ghazali menganggap aksi itu bertentangan dengan sikap negara Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina. “Sikap negara Indonesia kan jelas, bahwa Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina,” ujar Moqsith saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (18/5).
Berdasarkan laporan sindonews.com (19 Mei 2018) Aksi pawai komunitas Sion Kids of Papua dengan mengibarkan bendera Israel memicu kecaman di kalangan politisi karena Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Kapolda Papua Irjen Boy Rafli Amar menegaskan bahwa polisi akan memintai keterangan pihak pengibar bendara berlambang David Star tersebut. Pawai pengibaran bendera Israel dengan mobil dan jalan kaki itu berlangsung di Jayapura pada Senin 14 Mei 2018. Boy mengatakan, pelaku pawai tidak menyampaikan pemberitahuan kepada pihak kepolisian. “Informasinya dari lapangan itu kegiatan dari Sion Kids of Papua. Saya akan mengambil keterangan dari penanggung jawab dari tokoh-tokoh itu. Saya dengar ada tokoh-tokoh dari DPR Papua di sana, ada ASN (Aparatur Sipil Negara). Mereka nanti kita panggil dulu,” kata Boy di Kantor Majelis Rakyat Papua (MRP), Jumat (18/5/2018).
Kritik soal ketidakadilan hukum di Indonesia pun mengemuka. Beberapa netizen menuding jika pemerintah dan aparat akan bereaksi keras jika konvoi yang digelar menggunakan bendera bertulis kalimat Tauhid dan menuding telah mengancam prinsip Pancasila. Dalam poin itu, netizen mempertanyakan diamnya kelompok yang selama ini mengklaim berada di garis depan membela NKRI.
Diberitakan viva.co.id (18 Mei 2018) Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon menyarankan aparat keamanan menghentikan aktivitas pengibaran bendera bintang Daud itu di Papua. “Karena itu jelas dari negara Israel, yang bukan bendera dari tradisi melainkan bendera dari zionis Israel,” ujarnya. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini mengingatkan juga bahwa pernah ada kejadian penghalangan pengibaran bendera Islam. Kejadian di Papua, kalau dibiarkan, akan timbulkan asumsi diskriminasi. “Ada di mana bendera yang dikibarkan umat Islam justru mendapat perlakukan berbeda, dihalang-halangi dan dilarang. Bahkan ada bendera Palestina juga sempat dikritisi, sementara bendera Israel justru diberi kebebasan. Jadi ada diskriminasi dalam penanganan ini,” katanya.
Selama ini Israel menggunakan “diplomasi media”, budaya, dan pariwisata. Israel banyak mengundang wartawan dan tokoh Indonesia ke Israel dengan kedok jurnalisme, budaya, dan promosi pariwisata. Menurut Heri Trianto, Redaktur Pelaksana Harian Bisnis Indonesia, sebagaimana dikutip oleh BBC Indonesia (30/3), dalam enam tahun terakhir, ada sekitar delapan atau Sembilan rombongan wartawan atau politikus yang memenuhi undangan dari Israel. Israel dengan cerdik memanfaatkan wartawan dari negara Muslim terbesar sebagai alat diplomasi. Walau tidak lantas membuka hubungan diplomasi Indonesia-Israel, kehadiran wartawan Indonesia sudah merupakan sebuah kemenangan diplomasi bagi Israel.
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan mengatakan dalam laporan mingguannya, bahwa tentara Israel telah melukai sedikitnya 78 warga Palestina, termasuk 32 anak-anak, dan menangkap sekitar 106 lainnya. Hal itu terjadi dalam bentrokan antara tanggal 10 hingga 16 Mei. Laporan yang dirilis Jumat (20/05) merinci insiden yang terjadi dalam sepekan terakhir. Dilaporkan tentara Israel telah menyerang 78 warga dan menangkap 106 lainnya. Laporan juga menyebut adanya kebakaran di desa Awa Beit di Hebron, setelah penembakan lampu suar oleh pasukan Israel. Insiden tersebut merusak kebun yang ditanami pohon zaitun seluas 250 dunam atau 25 hektare. Selain itu, 30 pohon Lain 30 pohon yang sebagian dibakar ketika pasukan Israel menembakkan gas air mata tabung di pengunjuk rasa di Kafr Qaddum, utara kota Tepi Barat Qalqilya.
Melihat sejarah berdirinya Negara Israel di bumi suci Palestina, dapatlah di simpulkan bahwa Israel lahir sebagai buah dari konspirasi dan pengkhianatan. Gagasan seorang Yahudi Hongaria di Paris, Dr. Theodore Herzl (1896), yang bercita-cita mendirikan sebuah Negara bagi bangsa Yahudi mendapat dukungan dari Inggris sebagai imperialis nomer wahid saat itu. Melalui Deklarasi Balfor tahun 1917, Inggris mendukung pembentukan Negara Yahudi di tanah Palestina. Setelah sebelumnya Inggris bersepakat dengan Perancis untuk membagi wilayah jajahan Timur Tengah melalui perjanjian Sykes Picot tahun 1916.
Tahun 1918 Palestina jatuh. Jendral Lord Allenby berhasil merampas Palestina dari Khilafah Utsmaniyah. Setahun kemudian LBB memberikan mandate Palestina kepada Inggris. Dan pada tahun 1947 secara sewenang-wenang PBB membagi wilayah Palestina menjadi dua. Dan akhirnya pada tahun 1948 menjadi hari yang bersejarah bagi bangsa Yahudi. Tepat hari berakhirnya mandat dan penarikan pasukan Inggris dari Palestina dideklarasikan Pendirian Negara Israel, 14 Mei 1948. Terhadap realitas tersebut, eksistensi Israel adalah ilegal. Israel tidak beda dengan Negara Belanda yang merampas tanah Indonesia di masa penjajahan.
Meski tindakan keji Israel di bumi Palestina sudah ratusan kali berulang, masih saja sebagian kalangan umat Islam menunjukkan sikap keliru dalam merespon masalah Palestina ini. Pertama: Sebagian kalangan umat Islam, bahkan para tokohnya, seolah masih percaya dan menaruh harapan kepada Israel. Buktinya, mereka masih saja menawarkan solusi damai melalui sejumlah dialog dan perundingan dengan institusi Yahudi itu. Padahal sudah jelas, sudah puluhan kali dialog dan perundingan dengan Israel dilakukan, dan sudah berjalan puluhan tahun, hasilnya boleh dikatakan nihil. Bahkan yang terjadi, tindakan Israel di Palestina dari hari ke hari makin membabi-buta.[]