Kiai Shiddiq: Menegakkan Khilafah Mungkin Sulit, tetapi Tak Mustahil
Mediaumat.id – Menjawab pendapat sebagian umat yang menganggap penegakan khilafah adalah utopis (khayalan/mustahil), Pakar Fikih Kontemporer KH Muhammad Shiddiq al-Jawi, M.Si. mengatakan, mungkin sulit tetapi tidak mustahil.
“Kalau sulit mungkin iya, tapi kalau dalam pengertian khayalan atau mustahil, jawabannya itu sebenarnya tidak mustahil. Meskipun itu memang sulit dan berat,” ujarnya dalam Kajian Dhuha Eps #10: Benarkah Tegaknya Khilafah itu Utopis? di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn, Rabu (13/4/2022).
Namun sebelum menjelaskan lebih detail terkait khilafah sebagai wujud persatuan Muslim sedunia, ia merasa perlu meluruskan sebuah pernyataan keliru, yakni jangankan menyatukan umat Islam sedunia, menghimpun dua ormas besar di Indonesia saja tidak mungkin.
“Sebenarnya ini pernyataan yang keliru. Karena menyatukan dua ormas itu tidak diwajibkan oleh syariah. Beda dengan menyatukan umat Islam yang wajib hukumnya,” terangnya.
Di sisi lain, kata Kiai Shiddiq, Islam telah membolehkan munculnya kelompok atau jamaah yang berbeda-beda di tengah masyarakat. Karena memang berdasarkan ijtihad masing-masing. “Yang namanya ijtihad itu ya silahkan, sendiri-sendiri. Tidak masalah,” selanya sembari menukil ayat Al-Qur’an yang artinya,
‘Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung’ (QS Ali Imran: 104).
Argumentasi Normatif
Lebih lanjut Kiai Shiddiq menjelaskan dasar tentang khilafah bukanlah sesuatu yang utopis. “Kenapa bukan utopis? Ada (empat) argumentasi normatif yang berdasarkan norma Al-Qur’an dan As-Sunnah,” tegasnya.
Pertama, janji Allah SWT sebagaimana Firman-Nya yang artinya, ‘… bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi…’ (QS an-Nuur: 55).
Meski ayat tersebut menurut sebagian ulama, awalnya ditujukan kepada para sahabat Nabi SAW sehingga tegak Daulah Islam di Madinah, namun menurut Kiai Shiddiq tidak demikian.
“Sebenarnya yang lebih tepat adalah ayat ini umum, baik untuk para sahabat maupun untuk umat Islam termasuk kita saat ini,’ ucapnya mengutip tafsir dari Ibnu Katsir tentang ayat janji Allah SWT tersebut.
‘…bahwa Allah akan menjadikan umat Muhammad sebagai khalifah-khalifah di muka bumi, yaitu akan menjadi pemimpin-pemimpin bagi manusia serta menjadi penguasa-penguasa bagi mereka…’ (Tafsir Ibnu Katsir, Juz IV, hlm. 243).
Begitu pun tafsir dari Imam Al-Qurthubi di dalam kitab Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, Juz XIII, hlm. 299, ‘Maka benar bahwa ayat ini bermakna umum bagi umat Muhammad SAW,…’
Tak hanya mereka, Imam Asy-Syaukani di dalam kitab Fathul Qadir, Juz IV, hlm. 74 juga menafsirkan, ‘…Ini adalah janji yang umum meliputi semua umat Islam, karena ada yang mengatakan khusus untuk para sahabat Nabi. Padahal itu tidak berdasar.’
Kabar Gembira
Kedua, kabar gembira (bisyarah) dari Rasulullah SAW, yang kata Kiai Shiddiq, beliau telah memberikan kabar gembira terkait kemunculan khilafah sebagai salah satu dari lima fase kekuasaan yang ada di tengah umat Islam.
‘…kemudian akan muncul kembali yang mengikuti manhaj kenabian..’ (HR Ahmad dan Al- Bazzar).
Detailnya, kata Kiai Shiddiq menjelaskan, ada lima fase kekuasaan yang ada di tengah umat Islam sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Yakni, kekuasaan kenabian, khilafah ‘ala minhajin nubuwah (khulafaur rasyidin yang mengikuti jalan kenabian), kekuasaan mengikuti jalan kerajaan (menggigit), kekuasaan diktator yang memaksakan kehendak, lalu kembalinya khilafah ‘ala minhajin nubuwah.
“Sekarang ini kita berada pada fase keempat menjelang kelima. Yakni kekuasaan diktator. tetapi ini tidak akan lama. Tidak terus ada di tengah umat Islam karena Nabi mengatakan ‘kemudian akan ada khilafah ‘ala minhajin nubuwah’,” ulasnya.
Bahkan dari hadits lain berikut ini juga menunjukkan kembalinya sistem pemerintahan Islam, meski tidak langsung menyebut khilafah.
‘… manakah dari dua kota ini yang akan ditaklukkan lebih dulu, Konstantinopel atau Roma? Maka Rasulullah SAW menjawab, ‘Kota Heraklius akan ditaklukkan lebih dahulu, yakni maksudnya kota Konstantinopel’ (HR Ahmad, 2/176; Al Hakim dalam Al Mustadrak, 4/422).
Dengan kata lain, ucap Kiai Shiddiq, Kota Roma hanya mungkin ditaklukkan oleh negara khilafah, setelah terbukti benar Konstantinopel ditaklukkan oleh Sultan Muhammad al-Fatih tahun 1453 M.
Kendati demikian, ia ragu kota dimaksud bisa takluk dengan visi misi negara-negara Muslim saat ini. “Tidak mungkin negara-negara yang ada sekarang itu kemudian punya visi misi untuk menaklukkan Roma. Enggak mungkin. Negara bangsa itu visi misinya sempit, picik. Hanya khilafah yang punya visi misi ke sana,” tegasnya.
Satu lagi hadits dari sahabat Nabi SAW, Tsauban, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Al Hakim. ”…dan sesungguhnya umatku kekuasaannya akan mencapai bumi yang digenggamkan untukku.’
“Ini (juga) tidak mungkin terjadi dalam kondisi sekarang ketika politik luar negeri itu diatur oleh Barat dengan sistem negara bangsa,” tuturnya.
“Tidak boleh berperang dan macam-macam. Itu hanya mungkin dengan tegaknya khilafah,” imbuhnya.
Dukungan Umat
Selanjutnya, kata Kiai Shiddiq, adanya dukungan dari umat untuk tegaknya syariah kaffah berikut sistem pemerintahan Islamnya menjadi argumentasi normatif ketiga.
Berkaca pada karakter generasi para sahabat yang telah mendapatkan predikat dari Allah SWT sebagai khairu ummah atau generasi terbaik yang lantas memberikan dukungan dan pembelaannya kepada Nabi SAW, hingga tegaknya Daulah Islam di Madinah, Kiai Shiddiq mengimbau agar umat Islam saat ini memiliki karakter sama atau setidaknya menyerupai mereka.
“Tentu memiliki ciri-ciri menyuruh pada yang makruf, mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah,” jelasnya kembali menukil QS Ali Imran ayat 110.
Keempat, adanya kelompok atau thaifah yang memperjuangkan tegaknya kembali khilafah.
Maksudnya, di samping adanya janji Allah SWT, kabar gembira dari Rasulullah SAW serta dukungan umat yang berkarakter seperti para sahabat Nabi SAW, munculnya kelompok/jamaah yang senantiasa memperjuangkan tegaknya syariah kaffah menjadi argumentasi normatif bahwa khilafah bukanlah utopis.
Untuk itu, Kiai Shiddiq menyampaikan sabda Rasulullah SAW tentang keberadaan para pejuang pengemban dakwah Islam di tengah masyarakat yang senantiasa sabar menanti keputusan-Nya.
‘Akan selalu ada thaifah yang akan selalu memperjuangkan kebenaran, tidak membahayakan mereka siapa saja yang hendak menghinakan dan menyalahi mereka hingga tiba hari kiamat nanti’ (HR Bukhari Muslim).
Meski begitu, sekali lagi Kiai Shiddiq berpesan, tidak lantas kemudian khilafah bisa terwujud di tengah visi misi pemerintahan negara-negara yang ada saat ini yang justru memecah belah umat Islam.
“Kondisi umat Islam yang terakhir ini tidak akan menjadi baik, kecuali dengan sesuatu yang menjadikan mereka baik untuk pertama kalinya,” pungkasnya mengutip hadits riwayat Imam Malik ra, yang ditulis Ibnu Taimiyah di Iqtidha’ Shirat al-Mustaqim, hlm. 367, Majmu’ Al Fatawa, 20/375; 27/384-396.[] Zainul Krian