Mediaumat.id – Tindakan Politikus Swedia-Denmark Rasmus Paludan yang membakar Al-Qur’an di depan sebuah masjid dan kedutaan besar Turki di Copenhagen, Denmark, pada Jumat (27/1) dinilai biadab. “Itu adalah tindakan biadab!” ujar Cendekiawan Muslim KH Rokhmat S Labib kepada Mediaumat.id, Selasa (31/1/2023).
Menurutnya, tindakan membakar Al-Qur’an sebagai bentuk protes adalah penghinaan luar biasa terhadap Al-Qur’an. “Itu jelas tidak nyambung, apa hubungannya tidak dimasukkan Swedia ke NATO dengan Al-Qur’an? Kalau mau memprotes Turki, jangan dilampiaskan kepada Al-Qur’an. Karena kebijakan Turki juga tidak ada hubungannya dengan Al-Qur’an,” tegasnya.
Kiai Labib menegaskan, Al-Qur’an adalah kitab dari Allah SWT, Pencipta dan Pemilik alam raya, diturunkan di dunia sebagai petunjuk bagi seluruh manusia. Dibawa oleh malaikat paling mulia, Jibril as, diturunkan kepada nabi paling mulia, Rasulullah SAW. Membacanya sebagai ibadah, jika diamalkan dan diterapkan dalam kehidupan.
Oleh sebab itu, kata Kiai Labib, sikap pemerintah Swedia yang mengizinkan Paludan membakar Al-Qur’an sama saja membiarkan tindakan biadab, dan itu adalah biadab. Sebab, itu berarti bentuk persetujuan Swedia terhadap tindak biadab tersebut.
“Bulshit dengan alasan kebebasan berekspresi. Karena hanya membiarkan kebebasan untuk menghina dan menista Islam,” geramnya.
Bagi umat Islam, ujarnya, ini harus menjadi pelajaran serius. “Itulah Barat. Mereka selalu menerapkan standar ganda,” katanya.
Sedangkan penguasa negeri Islam, kata Kiai Labib, seharusnya marah ketika kitab sucinya dihinakan. “Jika tidak marah, maka dipertanyakan keimanan mereka. Sungguh aneh, orang beriman diam saja ketika kitab sucinya dihina,” ujarnya.
Penguasa negeri Islam bisa mengancam Swedia jika membiarkan penghinaan itu tetap berlangsung. Bahkan kalau perlu menggerakkan tentaranya. “Namun jangan berharap mereka melakukan itu. Sebab, Al-Qur’an yang wajib diterapkan secara keseluruhan juga mereka abaikan,” ungkapnya.
Mereka, lanjutnya, lebih suka menerapkan sistem dan hukum kufur. Sementara hukum Al-Qur’an dianggap sebagai radikal, pemecah bangsa, dan sebutan buruk lainnya.[] Achmad Mu’it