Kiai dan Santri Seharusnya Terdepan Berjuang Tegakkan Hukum Allah

Mediaumat.info – Ulama Aswaja Jawa Barat Dr. Hakim Abdurrahman menyatakan santri seharusnya menjadi garda terdepan dalam perjuangan menegakkan hukum-hukum Allah.

“Mestinya kaum sarungan pesantren yaitu kiai dan santri menjadi garda terdepan dalam perjuangan menegakkan hukum-hukum Allah SWT yang termaktub dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah,” ungkapnya di Special Interview: Hari Santri Kehilangan Orientasi? melalui kanal YouTube Rayah TV, Jumat (25/10/2024).

Ia melanjutkan, yang namanya pesantren itu mengajarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Rasulullah SAW tidak mewariskan apa pun kepada umatnya kecuali Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Al-Qur’an dan As-Sunnah, ucapnya, sebagai sumber hukum bagi kehidupan pribadi, masyarakat, dan negara, mestinya mewujud dalam kehidupan sehari-hari.

“Dengan peringatan Hari Santri, makna penting keberadaan santri dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara mestinya mengarah kepada bukan sekadar dapat ilmu kemudian diamalkan secara pribadi, tetapi menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan penerapan apa yang sudah dipelajari di pesantren,” terangnya.

Namun ia menyesalkan, Hari Santri dari tahun ke tahun justru diarahkan kepada seremoni bagaimana lestarinya demokrasi, lestarinya toleransi, sehingga banyak ditemukan kiai dan santri yang pemikirannya justru bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

“Mestinya para kiai termasuk para santri dengan hari santri ini menjadi garda terdepan dalam perjuangan penegakan syariat untuk mencabut pemikiran-pemikiran kufur di tengah-tengah masyarakat, di tengah umat, seperti nasionalisme yang telah mengkerat-kerat dunia Islam,” harapnya.

Ide nasionalisme, sambungnya, telah membuat kaum Muslim di Nusantara seolah terpisah rasa dengan penderitaan kaum Muslim di Rohingya, Xinjiang, atau pun genosida di Palestina.

“Itu karena pemikiran kufur kan? Padahal di pesantren kan tidak diajarkan pemikiran bukan Islam seperti demokrasi atau nasionalisme. Mestinya keberadaan Hari Santri mengonsolidasikan para kiai, santri untuk melawan penjajah yang penjajahan sekarang bukan dalam bentuk fisik, tetapi penjajahan pemikiran, ekonomi, politik, dan sosial budaya,” bebernya.

Dibajak

Dalam analisisnya, Hakim menilai, Hari Santri itu dibajak dengan menguburkan sejarah yang melatarbelakangi lahirnya Hari Santri.

Ia menjelaskan bahwa dulu di bulan Oktober 1945 rakyat Indonesia khususnya di Jawa Timur tidak bisa menerima kembali kehadiran penjajah Belanda yang ingin kembali menjajah.

“Oleh karena itu penjajahan harus dilawan dengan mewujudkan kewajiban agung dari Allah SWT yaitu jihad. Dalam waktu sehari semalam kaum Muslimin merumuskan hal itu kemudian diproklamirkan Resolusi Jihad oleh kiai di Jawa dan Madura yang dikomandoi oleh H. Hasyim Asy’ari yang dikeluarkan pada 22 Oktober 1945. Ini yang melatarbelakangi Hari Santri!” jelasnya.

Ia merasa sedih, saat ini potensi besar kiai dan santri sebagai pembela Islam justru dikuburkan dan dikonsolidasikan untuk melanggengkan sekularisme demi kepentingan para kapitalis.

“Di sinilah sebenarnya makna penting Hari Santri, santri dituntut untuk menjadi penjaga pemikiran Islam yang terpercaya. Dan kiai dan santrinya harus memiliki kesadaran politik bahwasanya di balik Hari Santri ini ada kepentingan-kepentingan tertentu yang itu justru berlawanan dengan sejarah Resolusi Jihad,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun

Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat

 

Share artikel ini: