Oleh: Kusnady Ar-Razi
Imam Pituduh atau yang akrab disapa dengan Gus Imam, Sekretaris Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) dalam sebuah kesempatan mengeluarkan pernyataan bahwa Khilafah bukanlah solusi, tapi desepsi (tindakan penyusupan), delusi (keyakinan semu), destabilisasi dan degradasi bangsa, seperti yang dikutip Sindonews, (25-11-2022).[1] Melalui pernyataan ini, Gus Imam telah menuduh Khilafah yang merupakan ajaran Islam sebagai sesuatu yang membahayakan dan perlu diwaspadai. Ucapan semacam ini adalah upaya stigmatisasi terhadap Khilafah dan tindakan membuat keraguan (tasykik) di tengah-tengah umat.
Apakah benar Khilafah itu bukan solusi dan hanya sekadar delusi? Jawabannya, tidak benar. Anggapan semacam itu adalah tuduhan yang menunjukkan yang bersangkutan tidak memahami realitas Khilafah itu sendiri. Para ulama telah mendefinisikan Khilafah untuk menggambarkan hakikat dan realitasnya. Di antaranya adalah Al-Imam Al-Juwayni di dalam “Ghiyatsu Al-Umam Fi Al-Tiyatsi Al-Dhulam”, beliau mengatakan:
الإمامة رياسة تامة وزعامة عامة تتعلق بالخاصة والعامة في مهمات الدين والدنيا
“Imamah adalah kepemimpinan yang bersifat menyeluruh dan umum, yang berkaitan dengan masyarakat khusus dan umum dalam urusan agama dan dunia.”[2]
Al-Imam Al-Mawardi, sebagaimana yang dikutip oleh Ad-Dumaiji di dalam Al-Imamah Al-’Uzhma, mengatakan:
الإمامة موضوعة لخلافة النبوة في حراسة الدين وسياسة الدنيا به
“Imamah adalah jabatan yang terkait dengan pengganti kenabian (khilafah an-nubuwwah) dalam memeliharan urusan agama dan mengurusi dunia dengannya.”[3]
Al-Imam Taqiyuddin An-Nabhani, terkait dengan definisi Khilafah, beliau menuturkan:
الخلافة هي رئاسة عامة للمسلمين جميعا في الدنيا لإقامة الأحكام الشرعي الإسلامي وحمل الدعوة الغسلامية إلى العالم
“Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariah dan mengemban dakwah ke seluruh dunia.”[4]
Dari tiga definisi tersebut, di samping banyak definisi lain yang telah diungkap oleh para ulama, kita mendapatkan gambaran bahwa Khilafah esensinya mencakup beberapa aspek. Pertama, Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum muslimin. Aspek ini menunjukkan kesatuan kaum muslimin yang berada di bawah satu kekuasaan politik. Justru ini adalah solusi atas terpecahnya kaum muslimin hari ini dalam banyak negara bangsa, yang telah menyebabkan lemahnya kaum muslimin menghadapi negara-negara penjajah.
Tidak hanya itu, kesatuan kepemimpinan adalah kewajiban yang berlandaskan nash-nash syar’i. Sebagaimana yang disabdakan Nabi:
إذا بويع لخليفتين فاقتلوا الآخر منهما
“Jika dibai’at dua orang khalifah maka bunuhlah salah satu dari keduanya.” (HR Muslim)
Karenanya, para ulama bersepakat atas haramnya kaum muslimin berada dalam dua kepemimpinan dalam satu masa. Sebagaimana yang sampaikan oleh Imam An-Nawawi dan Imam Al-Mawardi.
Kedua, Khilafah adalah thariqah atau metode untuk menerapkan hukum-hukum syariah yang mengatur urusan kaum muslimin. Khilafahlah yang akan menerapkan hukum syariah yang berkaitan dengan distribusi kekayaan di tengah-tengah umat dengan menentukan tatacara pemilikan, tatacara mengelola kepemilikan, menjamin kebutuhan mereka yang faqir dengan mengambil harta dari baitul mal, mengelola sumber daya alam dan menggunakannya untuk kemaslahatan warga negara, dan seterusnya. Di sisi lain Sistem Kapitalisme saat ini telah menciptakan kesenjangan yang besar di antara warga negara, antara kaya dan miskin, sementara harta kekayaan milik umat terus dirampok oleh oligarki. Jadi, mana sebenarnya yang benar-benar solusi dan mana yang menjadi biang masalah negeri ini?
Anggapan Gus Imam bahwa Khilafah tidak bisa menjadi solusi, dilihat dari aspek ini, sama saja dengan menuduh bahwa syariah bukan solusi. Ini jelas tindakan mengerdilkan Islam itu sendiri. Padahal syariat itulah satu-satunya solusi bagi problem kehidupan. Sebagaimana Allah tegaskan di dalam QS. An-Nahl ayat 89:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu.”
Al-Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari di dalam tafsirnya mengatakan:
نزل عليك يا محمد هذا القرآن بيانا لكل ما بالناس إليه الحاجة من معرفة الحلال والحرام والثواب والعقاب
“Diturunkan kepadamu wahai Muhammad Al-Qur’an ini sebagai penjelasan bagi segala sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk mengetahui halal dan haram, serta pahala dan siksa.”[5]
Ketiga, Khilafah adalah kepemimpinan yang mencakup dua urusan penting sekaligus, yaitu urusan dunia dan agama. Ini berbeda dengan kekuasaan sekuler yang melepaskan agama dari urusan dunia. Juga berbeda dengan kekuasaan dalam Nasrani misalnya, yang hanya mengurusi agama saja. Karenanya, kekuasaan dan agama tidak bisa dipisahkan. Setiap urusan dunia, yang jadi tolok ukurnya adalah syariat. Di sinilah kemaslahatan dunia itu akan tercipta sebab diurusi dengan syariat yang datangnya dari Dzat Yang Maha Sempurna, yakni Allah Swt.
Beginilah hakikat kekuasaan Islam itu, bukan kekuasaan yang bercorak sekuler. Kalau Gus Imam mau jujur dan terbuka, yang layak disebut desepsi (penyusupan) adalah sekularisme itu sendiri. Sejak Khilafah terakhir diruntuhkan oleh Kemal Attaturk, sekularisasi menyusup ke negeri-negeri muslim. Gelombang sekularisasi pada akhirnya memisahkan secara total kekuasaan politik dari agama. Kaum muslimin hidup dalam naungan sekularisme yang menjadikan nilai-nilai Barat dan pandangan hidup mereka sebagai tolok ukur kebenaran. Akibatnya, sekularisme bukan hanya menimbulkan destabiliasi tapi juga degradasi karena kaum muslimin telah kehilangan pegangan yang benar dalam kehidupan bernegara.
Keempat, Khilafah adalah kepemimpinan yang memiliki tugas mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia. Bisa dikatakan bahwa yang melanjutkan estafet dakwah Rasul adalah Khilafah. Sebab Islam ini memang diturunkan oleh untuk seluruh manusia karenanya mengemban Islam ke seluruh dunia adalah sebuah keniscayaan.
Empat aspek ini yang merupakan esensi dari Khilafah, bukankah ini adalah solusi yang dibutuhkan umat saat ini? Bagaimana mungkin Khilafah yang merupakan ajaran Islam ini dikatakan sebagai delusi, sementara secara normatif nash-nash syar’i telah menetapkannya sebagai kewajiban dan secara historis telah diterapkan oleh kaum muslimin selama berabad-abad? Yang jelas delusi adalah sistem kapitalisme yang bercokol di negeri ini. Dalam sistem ini, kemaslahatan adalah utopis dan keadilan hanyalah khayalan belaka. Begitu juga sekularisme yang telah memisahkan umat ini dari agamanya, yang telah menyusup ke tubuh kaum muslimin, sehingga menyebabkan destabilisasi dan degradasi bangsa. Kalau begitu, mengapa Khilafah yang dituduh menjadi penyebab semua itu? Ini menunjukkan cara berpikir sempit dan sesat.[]
Catatan kaki:
- Mubarak, Abdul Malik. 2022. https://nasional.sindonews.com/read/951935/14/lpoi-tegaskan-khilafah-bukan-solusi-masalah-kebangsaan-1669378312/10, diakses pada 29 November 2022.
- Abul Ma’ali Al-Juwayni, Ghiyats Al-Umam Fi Al-Tiyatsi Al-Dhulam, Jeddah: Darul Minhaj, cet. III, 1432 H, hlm. 217
- Abdullah bin Umar bin Sulaiman Ad-Dumaiji, Al-Imamah Al-’Uzhma, Mesir: Muassasah Thobah Lil I’lam, cet. III, 1443 H, hlm. 30
- Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, Beirut: Daru Ummah, cet. V, 1424 H, Juz 2, hlm.12
- Ibnu Jarir Ath-Thabari, Jami’ul Bayan ‘An Ta’wil Ayil Qur’an, Beirut: Muassasah Arrisalah, cet. I, 1415 H, hlm 550