Presiden Recep Tayyip Erdogan mengucapkan selamat kepada pemerintahan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pada kesempatan Idul Adha melalui konferensi video. Erdogan berkata, “Kembalinya Hagia Sophia sebagai masjid menambah kegembiraan Idul Adha. Akan tetapi saya juga ingin menunjukkan bahwa saya menemukan beberapa diskusi yang karena dorongan kebencian mulai mengaburkan dibukanya kembali Hagia Sophia.” (dari berbagai kantor berita)
**** **** ****
Sebelum memulai, kita akan mengungkapkan bahwa yang dimaksud oleh Erdogan dengan “beberapa diskusi”, yakni Khilafah, dan yang dimaksud dengan “para pembenci”, yaitu mereka yang menyerukan tegaknya Khilafah. Berkenaan dengan terbitan majalah dengan cover bertajuk “Khilafah”, segera setelah dibukanya Hagia Sophia, juru bicara Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), Omar Celik, membuat pernyataan bahwa “republik ibarat biji mata kita (sesuatu yang dicintai)”. “Diskusi Khilafah akan merusak persatuan Turki,” kata Ketua Partai Gerakan Nasionalis (MHP) Devlet Bahceli mengomentari diskusi tentang Khilafah. Seperti yang kita semua tentu ingat, apa yang pernah dikatakan Erdogan tentang Khilafah: “Kami tidak punya urusan dengan Khilafah, sebab Khilafah bukan masalah kami.”
Semua orang mengatakan sesuatu tentang Khilafah sebagai diskusi, perdebatan atau tukar pikiran …
Baiklah, apa yang kita katakan? Apa yang harus kita katakan? Bagaimana seharusnya kaum Muslim memandang Khilafah?
Perkataan dan perbuatan kaum Muslim harus sesuai dengan perintah Penciptanya. Dengan kata lain, harus sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Apa yang harus diserukan seorang Muslim terhadap Islam, apa yang harus dilakukan untuknya, dan apa yang harus dilakukan tidaklah mengikuti realita, tetapi mengikuti ketentuan syariah. Oleh karena itu, menginginkan Khilafah bukanlah mentalitas jahat.
Jadi menurut Erdogan, menjadikan Khilafah sebagai isu kekinian dalam agenda aktivitas adalah “mentalitas jahat”, apakah itu benar?! Menginginkan Khilafah yang diwariskan oleh Nabi kita adalah “mentalitas jahat”, apakah ini benar?!
Padahal, menjadikan Khilafah sebagai isu kekinian adalah salah satu dari prinsip Islam.
Kebencian sejati adalah membuat kaum Muslim yang mencintai Islam dan hukum-hukum Allah menjadi para penyeru sekularisme. Anda adalah orang yang berpikiran jahat dengan mengatakan bahwa republik akan abadi ketika kaum Muslim merindukan Khilafah. Lebih jahat lagi dari perkataan itu adalah bahwa Anda mensponsori demokrasi yang Anda klaim lebih baik daripadahukum Allah dalam membuat peraturan dan undang-undang. Sekali lagi, kebencian sejati itu adalah menyinggung perasaan kaum Muslim di setiap kesempatan, dan menyinggung sentimen keislaman. Singkatnya, bahwa para pembenci itu bukanlah kaum Muslim yang ingin berkumpul dan bersatu di sekitar Khilafah dengan menolak demokrasi dan republik, namun pembenci itu adalah Anda.
Sekali lagi, sungguh kami melihat umat berada di satu lembah, dan penguasa di lembah lain …
Saya ingin mengingatkan melalui hadits Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam kepada saudara-saudara tercinta yang oleh para penguasa dituduh menyebarkan kebencian, dan kepada mereka yang menginginkan Khilafah yang akan menerapkan hukum-hukum Allah: “Ingatlah, al-Kitab dan kekuasaan akan berpisah, maka jangan kalian memisahkan diri dari al-Kitab … Kematian di dalam ketaatan kepada Allah lebih baik dari kehidupan di dalam kemaksiyatan kepada Allah.” (HR. Thabrani dalam ash-Shaghīr, 2/42).
Dalil tentang wajibnya menegakkan Khilafah begitu terkenal. Bahkan ada banyak pernyataan ulama tentang wajibnya menegakkan Khilafah, khususnya. Namun, saya ingin membagikan pernyataan Imam Ibnu Taimiyyah untuk lebih fokus menjelaskan masalah ini. Di mana beliau berkata: “Harus diketahui bahwa kewenangan Khilafah yang mengatur rakyat adalah salah satu kewajiban agama yang terbesar, dan kenyataannya bahwa tidak ada lembaga keagamaan selain Khilafah. Pendapat ini sekaligus merupakan madzhab para ulama salaf seperti Ibnu Iyad, Ahmad bin Hanbal, dan lain-lainnya.”
Mengingat Khilafah merupakan bagian dari syariah Islam, maka para ulama saat ini khususnya harus dapat berbicara, bahkan mereka wajib berbicara tentang Khilafah ‘ala minhājin nubuwah. Apalagi ketika berbicara tentang Khilafah di Turki … Apalagi ketika hati mengungkapkan keinginannya pada Khilafah.
Wahai para ulama, aktivis dakwah dan intelektuan Muslim! Sungguh, ketidakadilan, kekacauan dan ketidakamanan telah menyelimuti kehidupan kita sebagai akibat dari sistem demokrasi sekuler. Mengapa Anda terus mempelajari keadilan saja dari buku-buku sejarah? Mengapa Anda tidak berbicara tentang Khilafah sebagai pelaksana keadilan, dan pentingnya keberadaan Khilafah?
Mengapa Anda tidak berbicara tentang Khilafah sebagai mahkota kewajiban (tājul furūdh) sebagaimana para ulama salaf dulu menyebutnya. Bukankah sudah tiba waktunya sekarang? Mengapa Anda tidak mengatakan bahwa Khilafah itu adalah janji Allah subhānahu wa ta’āla, dan busyra (kabar gembira) dari Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Ataukah Anda akan terus menyembunyikan kebenaran karena pertimbangan realita?
Kami tidak tahu tentang Anda, tetapi kami membicarakan Khilafah kemarin, kami membicarakannya hari ini, dan kami akan terus membicarakannya besok. Dan kami hanya mengatakan apa yang dikatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Kami hanya mengatakan apa yang Tuhan kami ridha.” (HR Bukhari). [Abdullah Imamoglu]
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 16/8/2020