KH Hasyim Asy’ari Hilang di Kamus Sejarah, Ustaz MIY: Tak Bisa Dimaafkan

Mediaumat.news – Hilangnya keberadaan tokoh pendiri Nahdlatul Ulama KH Hasyim Asy’ari dalam Kamus Sejarah Indonesia Jilid I yang diterbitkan Kemdikbud dinilai Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (MIY) sebagai kesalahan yang tidak bisa dimaafkan.

“Tidak masuknya KH Hasyim Asy’ari di dalam entri kamus politik Indonesia bisa disebut sebagai sebuah kesalahan yang tidak bisa dimaafkan,” tuturnya dalam video Nama KH Hasyim Asy’ari di Kamus Hilang, Ini Komentar Ustaz Ismail Yusanto, Kamis (22/4/2021) di kanal YouTube Fokus Khilafah Channel.

Ustaz MIY menilai, meskipun itu dikatakan sebagai kekhilafan pun juga sangat sulit untuk bisa diterima. “Karena ketika kita berbicara tentang fase menentukan bangsa ini, sesungguhnya peran KH Hasyim Asy’ari itu sangat penting,” ujarnya.

Menurutnya, KH Hasyim Asy’ari adalah salah satu dari pendiri Nahdhatul Ulama dan pada masa kemerdekaan menjadi sosok yang sangat penting dalam keluarnya Resolusi Jihad. “Resolusi Jihad adalah satu keputusan dari para ulama yang menegaskan, bagaimana sikap bangsa Indonesia khususnya kaum Muslimin dalam menghadapi manuver politik Belanda yang akan mengancam kemerdekaan Indonesia yang belum lama diproklamasikan,” bebernya.

Lebih lanjut, Ismail mengungkap, dari sanalah kemudian lahir perlawanan yang luar biasa dimotori oleh Bung Tomo yang kemudian dikenal sebagai Hari Pahlawan.

“(Hari Pahlawan) tidak bisa dilepaskan dari Resolusi Jihad. Dan Resolusi Jihad berakar dari fatwa jihad yang dikeluarkan oleh KH Hasyim Asy’ari. Karena itu sungguh sangat mengherankan ketika sosok yang kemudian penting ini luput dari penulisan kamus tersebut,” tegasnya.

Kurang Fair

Ustaz MIY mengungkap, ada yang kurang fair terkait entri dari kamus tersebut. “Kalau kita baca memang ada sesuatu yang agak bernuansa kurang fair,” tuturnya.

Saat membaca entri Kahar Muzakar, di sana jelas disebutkan bahwa Kahar Muzakar melakukan pemberontakan DI/TII. “Kata-kata pemberontakan itu jelas sekali disebut,” ujarnya.

Tapi, ketika ia membaca entri DN Aidit, kata-kata pemberontakan itu tak ada sama sekali. “Padahal kita tahu bahwa ini adalah orang yang jelas-jelas paling bertanggung jawab di dalam pemberontakan PKI. Tapi, di situ hanya disebut terlibat dalam Gerakan 30 September. Bahkan, Gerakan 30 September itu apa juga tidak dijelaskan di situ,” ungkapnya.

Oleh sebab itu, menurutnya, hilangnya nama KH Hasyim Asy’ari dalam entri tersebut tidak bisa dipandang sebagai tidak masuknya nama KH Hasyim Asy’ari. Tapi lebih jauh lagi, harus dibaca dalam kerangka yang lebih kritis.

“Ada semacam usaha untuk menyingkirkan peran-peran tokoh Islam atau mengaburkan peran tokoh Islam. Apalagi kalau kemudian kita kaitkan dengan peristiwa yang sebelumnya dalam Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035, agama juga tidak disebutkan di sana,” jelasnya.

Menurutnya, ini rangkaian yang harus dibaca secara menyeluruh. “Karena itulah, maka penting bagi kita untuk membaca ini secara kritis dan meningkatkan kewaspadaan bahwa negeri kita ini sedang berjalan ke arah yang tidak kita kehendaki,” ujarnya.

Ia menilai semestinya negeri ini berjalan menuju kepada apa yang diridhai Allah SWT. Negeri yang penduduknya beriman dan bertakwa sehingga bisa mendapatkan berkah dari-Nya.

“Tapi yang terjadi justru arah yang berkebalikan. Yakni usaha untuk mewujudkan negeri yang bertakwa, ini hari justru dimusuhi dengan sebutan label yang macam-macam,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it

Share artikel ini: