Sebuah video dari seorang fotografer yang menginjak dan menyerang tubuh seorang pria yang ditembak oleh polisi di negara bagian Assam, yang berada di timur laut negara itu telah menjadi viral di India, sehingga memicu kegemparan dan protes. Dalam video tersebut, seorang pria yang diidentifikasi bernama Muinul Haq bergegas menyerang gerombolan polisi Assam dengan tongkat, yang segera disambut dengan tembakan di dadanya, kemudian diikuti oleh puluhan polisi yang menyerangnya dengan pentungan, di mana seorang fotografer menginjak dan menyerang tubuh laki-laki itu dengan kasar dan brutal (thehindu.com, 24/09/2021).
Insiden tersebut diakibatkan oleh pengusiran paksa 800 Muslim yang berbahasa Bengali dari tanah mereka, dan gubuk-gubuk mereka dihancurkan oleh para pejabat pemerintah di Sipajhar, Assam, meskipun di wilayah tersebut sedang musim hujan. Tidak lama kemudian, sang fotografer itu ditangkap karena berulang kali menginjak orang yang telah mati, seolah-olah dia adalah satu-satunya penyebab insiden tersebut. Sementara, apa protokol yang diikuti petugas untuk menembak dada satu-satunya orang yang berlari hanya dengan tongkat melawan polisi bersenjata?! Apa yang membuat fotografer menjadi begitu arogan dengan berkali-kali memukuli orang yang sudah mati?!
Peristiwa tersebut jelas menggambarkan sifat busuk fanatisme, tribalisme, nasionalisme, dan sektarianisme, yang tidak dapat memberikan kebaikan bagi umat manusia. Orang-orang membagi tanah yang sebenarnya milik Allah, menetapkan batas-batas di antara mereka, dan bahkan mereka saling berperang untuk berebut dan memiliki atas tanah-tanah itu. Hal inilah yang membuat mereka melampaui semua batas, hingga melakukan kejahatan dan penindasan, mengusir orang-orang dari tanah mereka sendiri sampai seluruh bumi dipenuhi dengan kerusakan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
«دَعُوهَا فَإِنَّهَا مُنْتِنَةٌ«
“Tinggalkanlah perbuatan itu, sebab itu adalah kebusukan.” (HR. Bukhari).
Peristiwa itu juga menggambarkan sifat partai politik dalam sistem demokrasi yang menjalankan kampanye kebencian terhadap komunitas tertentu untuk bank suara mereka yang membuat pejabat dan warga sipil tanpa rasa kasih melecehkan dan membunuh yang lemah. Ini juga menunjukkan kekeliruan dan kesalahan sistem buatan manusia, yakni demokrasi, yang membuka jalan bagi kekuasaan mayoritas untuk menindas komunitas lain yang hidup di bawah kekuasaan mereka. Pemerintah Assam yang dipimpin Partai Bharatiya Janata (BJP) mengeksploitasi sektarianisme untuk keuntungan elektoral yang membuat mereka menjalankan program penggusuran terhadap yang lemah. Ini benar-benar aib dan keburukan bagi anak-anak Adam yang berpegang teguh pada sektarianisme dan kebencian, yang membuat mereka membunuh orang tak berdosa secara brutal.
Allah SWT berfirman:
﴿مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَن قَتَلَ نَفْساً بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعاً﴾
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (TQS. Al-Māidah (5) : 32).
Peristiwa itu juga menyingkap hakikat realitas masa kini tanpa adanya Khalifah di muka bumi. Bumi ini adalah milik Allah, sehingga hanya hukum-Nya saja yang dapat secara efektif mengatur dunia tanpa menyisakan kerusakan, kekacauan dan diskriminasi, sebagaimana firman Allah SWT:
﴿وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ﴾
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (TQS. Al-Baqarah (2) : 30).
Jika tidak dengan hukum-Nya, maka bumi akan dipenuhi dengan kerusakan, di mana yang kuat pada akhirnya akan mendominasi yang lemah, mengusir dan membunuh mereka dengan undang-undang fanatisme mereka, seperti yang dipertontonkan oleh kejadian ini, di mana hanya sang fotografer yang disalahkan, bukan petugas, dan juga bukan sistem yang telah menyeret rakyat ke dalam pusaran sektarianisme.
Insiden tersebut mengingatkan umat Islam akan kebutuhan dan kewajibannya yang mendesak untuk mendirikan negara Khilafah yang akan menunjukkan dan mengajarkan model yang benar kepada barat dan timur dalam menjaga dan melindungi umat manusia dengan hukum Islam yang adil, di mana tidak ada seorang pun yang dapat menindas yang lain secara zalim, sebagaimana itu terjadi di negara demokrasi terbesar di dunia. Allah SWT berfirman:
﴿وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَمَن قُتِلَ مَظْلُوماً فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَاناً فَلَا يُسْرِف فِّي الْقَتْلِ إِنَّهُ كَانَ مَنصُوراً﴾
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” (TQS. Al-Isrā’ (17) : 33).
Sejarah umat manusia telah menyaksikan penindasan sistem buatan manusia selama berabad-abad, baik itu Romawi, Persia, Mesir, atau peradaban India. Model kolonial, pasca kolonial demokrasi dan komunisme tidak terkecuali untuk penindasan semacam itu. Pembebasan sejati umat manusia dari penindasan orang lain hanya mungkin dilakukan di bawah sistem yang dikirim oleh Sang Pencipta melalui wahyu. Sehingga kitalah umat Nabi Muhammad SAW yang akan menegakkan model ini, dan meringankan masalah penindasan yang tengah menghantui umat manusia, dengan izin Allah SWT. []
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 02/10/2021.