Ketua MPR RI Sebut Masyarakat Sekitar Tambang Nikel Masih Miskin, Pengamat: Tersirat Ekonomi Kita Sedang Dijajah

 Ketua MPR RI Sebut Masyarakat Sekitar Tambang Nikel Masih Miskin, Pengamat: Tersirat Ekonomi Kita Sedang Dijajah

Mediaumat.id – Pernyataan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo yang menyebut ‘kondisi ekonomi masyarakat Indonesia di sekitar wilayah penambangan nikel di berbagai daerah justru masih dalam kategori kemiskinan bahkan ekstrem’, secara tersirat mengonfirmasikan negeri ini sedang dijajah pihak asing.

“Secara tersirat pernyataan itu mengonfirmasi bahwa kondisi kita sedang dalam penjajahan asing khususnya dalam bidang ekonomi, lebih khusus lagi dalam bidang pertambangan,” ujar Pengamat Politik Islam Dr. Riyan, M.Ag. kepada Mediaumat.id, Kamis (9/3/2023).

Adalah Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo, telah menyinggung kondisi ekonomi masyarakat di sekitar wilayah penambangan nikel milik perusahaan asing di Sulawesi. Ia mengatakan Indonesia adalah pemilik nikel terbesar di dunia namun masyarakat di sekitar penambangan hidup dalam kategori kemiskinan ekstrem.

“Tanahnya kaya, pertanyaan kenapa rakyat yang hidup dan tinggal di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Kalimantan, yang di bawahnya ada nikel dan batu bara masih hidup dalam garis kemiskinan,” kata Bambang di Hotel Raffles, Jakarta Selatan pada Senin malam, 6 Maret 2023.

Sementara, menurut Riyan, pernyataan ini memang sesuai dengan faktanya. Malah sudah berjalan sejak lama. “Sudah sedari lama, kondisi umum pertambangan kita dikuasai asing,” tandasnya.

Ditambah, penguasaan oleh swasta asing atas tambang nikel hanyalah puncak dari fenomena gunung es. Artinya, penguasaan tambang lain semisal tembaga, emas, migas, dsb., juga didominasi oleh swasta baik domestik maupun asing. Makanya, ia berharap pernyataan ini tak berhenti hanya dalam retorika semata.

Terlebih lagi, sambungnya, sejak awal orde Baru negeri ini terjebak dalam sistem ekonomi kapitalistik-liberal, yaitu menyerahkan kekayaan alam milik umum, termasuk di dalamnya tambang, termasuk nikel, kepada swasta, termasuk asing.

Sebagaimana diketahui, setelah disahkannya UU Penanaman Modal Asing (PMA) pada tanggal 5 April 1967, dilakukan penandatanganan kontrak karya (KK) penanaman modal asing yang pertama kalinya, yaitu antara Freeport Sulphur Company (FCS/PT. Freeport Indonesia. Inc), milik Amerika, dengan pemerintah Indonesia.

Celakanya, kebijakan yang menurut Riyan sama kapitalisnya ini berlanjut hingga sekarang. Termasuk penguasaan tambang nikel sebagaimana dimaksud Ketua MPR RI, yang juga diserahkan kepada swasta asal Cina.

Solusi

Karenanya, membahas kondisi yang sangat melukai rasa keadilan rakyat ini, Riyan menuturkan, pemerintah harus menindaklanjuti dengan perubahan kebijakan di sektor pertambangan nikel itu sendiri.

Dengan kata lain, pemerintah harus memiliki keberanian untuk menghentikan praktik penambangan nikel khususnya, dan pertambangan lain pada umumnya, yang didominasi swasta terlebih asing. “Hal itu jelas pelanggaran terhadap syariat Islam,” tukasnya.

Kemudian, ia mengimbau bahwa rakyat juga harus senantiasa mendorong pemerintah untuk segera menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam bingkai sistem ekonomi Islam menggantikan sistem ekonomi kapitalistik-liberal, khususnya di bidang pertambangan nikel.

Wujudnya, kata Riyan melanjutkan, hanya negara yang berhak mengelola pertambangan dan seluruh sumber daya alam yang notabene sebagai harta milik umum ini.

Lantas, jelas Riyan, hasilnya diserahkan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan publik misalnya, yang bakal membuat rakyat sejahtera dan merasakan keadilan hakiki.[] Zainul Krian

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *